Related Post

blog ini berisi ribuan artikel kesehatan, askep, askeb, KTI, silahkan pakai kolom pencarian berikut:
Showing posts with label Sistem Endokrin. Show all posts
Showing posts with label Sistem Endokrin. Show all posts

Mitos dan Fakta Seputar Kolesterol

TPG IMAGES
Jumat, 10 September 2010 | 19:47 WITA

TRIBUNKALTIM.co.id Banyak mitos yang beredar di kalangan masyarakat seputar kolesterol. Kurangnya pemahaman yang benar dapat menyebabkan informasi yang salah seputar kolesterol dan gejalanya. Untuk itu, penting meluruskan mitos-mitos yang telah lama beredar di masyarakat agar gejala kolesterol dapat dihindari dengan lebih cermat dan tepat.


Mitos: Makan daging kambing akan menyebabkan kolesterol tinggi dan hipertensi.
Fakta: Tidak benar. Tidak ada bukti bahwa daging kambing mempunyai kandungan lemak yang lebih tinggi dibanding jenis daging merah lainnya.

Mitos: Pada orang dengan kolesterol tinggi, jika rajin olahraga dan diet serta tubuh dalam kondisi fit berarti kadar kolesterolnya baik.
Fakta: Selain olahraga dan diet, ada hal lain yang memengaruhi kadar kolesterol, seperti berat badan, merokok, riwayat keluarga, umur, dan jenis kelamin. Agar kolesterol terjaga, dibutuhkan pola hidup sehat serta kepatuhan minum obat.

Mitos: Kolesterol tinggi dan penyakit kardiovaskular hanya masalah pria.
Fakta: Tidak benar. Meski sebelum menopause wanita memproduksi estrogen yang bisa mengurangi risiko penyakit jantung, tetapi perlu diingat faktor lain seperti hiperkolesterol, hipertensi, diabetes, faktor keturunan, dan sebagainya.

Mitos: Cukup menghindari daging, santan, dan jeroan, kolesterol pasti normal.
Fakta: Belum tentu, karena 80 persen dari kolesterol darah dihasilkan dari dalam tubuh kita sendiri. Bila metabolisme sudah memburuk, maka dibutuhkan obat selain modifikasi gaya hidup sehat.

Mitos: Kadar kolesterol tinggi tidak berbahaya karena tak menimbulkan gejala.
Fakta: Meski tidak bergejala, kadar kolesterol yang tinggi berbahaya karena mengubah dinding pembuluh darah dan memicu jantung koroner.

Mitos: Kadar kolesterol yang tinggi hanya diderita orangtua.
Fakta: Kolesterol tinggi bisa diderita orang dari berbagai golongan usia, mulai dari anak-anak, remaja, hingga orangtua.

Mitos: Orang gemuk memiliki kadar kolesterol lebih tinggi dari orang kurus.
Fakta: Belum tentu, karena kadar kolesterol dipengaruhi banyak faktor, termasuk apa yang kita makan, seberapa cepat tubuh memproduksi dan membuang kolesterol jahat, tingkat kesehatan, dan kebiasaan makan.(kompas.com)

lihat artikel selengkapnya - Mitos dan Fakta Seputar Kolesterol
------------------------------

Hipoglikemia

A. Definisi
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa) secara abnormal rendah. Dalam keadaan normal, tubuh mempertahankan kadar gula darah antara 70-110 mg/dL. Pada diabetes, kadar gula darah terlalu tinggi; pada hipoglikemia, kadar gula darah terlalu rendah. Kadar gula darah yang rendah menyebabkan berbagai sistem organ tubuh mengalami kelainan fungsi. Hypoglikemi adalah konsentrasi glukose darah di bawah 40mg/100ml. Hypoglikemi merupakan keadaan yang serius dan keadaan semakin gawat jika anak semakin muda.
Sel otak tidak mampu hidup jika kekurangan glukose. Hypoglikemi dapat terjadi berkaitan dengan banyak penyakit, misalnya pada neonatus dengan ibu diabetes dan mengalami Hyperglikemi in utero, atau sebagai komplikasi cidera dingin. Selama masa menggigil simpanan glikogen tubuh tidak mencukupi, tetapi jika dihangatkan terjadi peningkatan kebutuhan glikogen. Simpanan glikogen menurun dan cadangan tidak dapat memenuhi kebutuhan pada pemanasan (Rosa M Sacharin, 1986).
Otak merupakan organ yang sangat peka terhdap kadar gula darah yang rendah karena glukosa merupakan sumber energi otak yang utama.
Otak memberikan respon terhadap kadar gula darah yang rendah dan melalui sistem saraf, merangsang kelenjar adrenal untuk melepaskan epinefrin (adrenalin). Hal in akan merangsang hari untuk melepaskan gula agar kadarnya dalam darah tetap terjaga. Jika kadarnya menurun, maka akan terjadi gangguan fungsi otak.

B. Etiologi
Etiologi Hypoglikemi pada diabetes militus (DM)
1. Hypoglikemi pada DM stadium dini
2. Hypoglikemi dalam rangka pengobatan DM
a. Penggunaan insulin
b. Penggunaan sulfonilura
c. Bayi yang lahir dari ibu pasien DM
3. Hypoglikemi yang tidak berkaitan dengan DM
a. Hiperinsulinisme alimeter pascagastrektomi
b. Insulinoma
c. Penyakit hati berat
d. Tumor ekstrapankreatik.: fibrosarkoma, karsinoma ginjal
e. Hipopituitarisme


B. Faktor Predisposisi (Arif Masjoer, 2001)
Faktor predisposisi terjadi hipoglikemia pada pasien yang mendapat pengobatan insulin atau sulfonilurea:
1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan pasien
a. Pengurangan / keterlambatan makan
b. Kesalahan dosis obat
c. Latihan jasmani yang berlebihan
d. Perubahan tempat suntikan insulin
e. Penurunan kebutuhan insulin
1) Penyembuhan dari penyakit
2) Nefropati diabetik
3) Penyakit Addison
4) Hipotirodisme
5) Hipopituitarisme
f. Hari-hari pertama persalinan
g. Penyakit hati berat
h. Gastroparesis diabetik
2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan dokter
a. Pengendalian glukosa darah yang ketat
b. Pemberian obat-obat yang mempunyai potensi hipogliklemik
c. Penggantian jenis insulin

C. Patogenesis (Arif Masjoer, 2001)
Pada waktu makan cukup tersedia sumber energi yang diserap dari usus. Kelebihan energi disimpan sebagai makromolekul dan dinamakan fase anabotik. 60% dari glukosa yang di serap usus dengan pengaruh insulin akan di simpan di hati sebagai glikogen, sebagian dari sisanya akan disimpan di jaringan lemak dan otot sebagai glikogen juga. Sebagian lagi dari glukosa akan mengalami metabolisme anaerob maupun aerob untuk energi seluruh jaringan tubuh terutama otak sekitar 70% pemakaian glukosa berlangsung di otak tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber energi.

Pencernaan dan penyerapan protein akan menimbulkan peningkatan asam amino di dalam darah yang dengan bantuan insulin akan disimpan di hati dan otak sebagai protein. Lemak diserap dari usus melalui saluran limfe dalam bentuk kilomikron yang kemudian akan dihidrolasi oleh lipoprotein lipase menjadi asam lemak. Asam lemak akan mengalami esterifikasi dengan gliserol membentuk trigliserida, yang akan disimpan di jaringan lemak. Proses tersebut berlangsung dengan bantuan insulin.
Pada waktu sesudah makan atau sesudah puasa 5-6 jam, kadar glukosa darah mulai turun keadaan ini menyebabkan sekresi insulin juga menurun, sedangkan hormon kontraregulator yaitu glukagon, epinefrin, kartisol, dan hormon pertumbuhan akan meningkat. Terjadilah keadaan kortison sebaliknya (katabolik) yaitu sintetis glikogen, protein dan trigliserida menurun sedangkan pemecahan zat-zat tersebut akan meningkat.
Pada keadaan penurunan glukosa darah yang mendadak: glukogen dan epinefrilah yang sangat berperan. Kedua hormon tersebut akan memacu glikogenolisis, glukoneogenisis, dan proteolisis di otot dan lipolisis di jaringan lemak. Dengan demikian tersedia bahan untuk glukoneogenesis yaitu asam amino terutama alanin, asam laktat, piruvat, sedangkan hormon, kontraregulator yang lain berpengaruh sinergistk glukogen dan adrenalin tetapi perannya sangat lambat. Secara singkat dapat dikatakan dalam keadaan puasa terjadi penurunan insulin dan kenaikan hormon kontraregulator. Keadaan tersebut akan menyebabkan penggunaan glukosa hanya di jaringan insulin yang sensitif dan dengan demikian glukosa yang jumlahnya terbatas hanya disediakan untuk jaringan otak.
Walaupun metabolik rantai pendek asam lemak bebas, yaitu asam asetoasetat dan asam β hidroksi butiran (benda keton) dapat digunakan oleh otak untuk memperoleh energi tetapi pembentukan benda-benda keton tersebut memerlulan waktu beberapa jam pada manusia. Karena itu ketogenesis bukan merupakan mekanisme protektif terhadap terjadinya hipoglikemia yang mendadak.
Selama homeostatis glukosa tersebut di atas berjalan, hipoglikemia tidak akan terjadi. Hipoglikemia terjadi jika hati tidak mampu memproduksi glukosa karena penurunan bahan pembentukan glukosa, penyakit hati atau ketidakseimbangan hormonal.

D. Manifestasi klinis (Arif Masjoer 2001)
Gejala-gejala hipoglikemia terjadi dari dua fase, yaitu:
1. fase I gejala-gejala akibat aktifitas pusat autonom di hipotalomus sehingga hormon epinefrin dilepaskan. Gejala awal ini merupakan peringatan karena saat itu pasien masih sadar sehingga dapat diambil tindakan yang perlu untuk mengatasi hipoglikemia lanjutan.
2. fase II, gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak, karena itu dinamakan gejala neurologis.

Penelitian pada orang bukan diabetes menunjukkan adanya gangguan fungsi otak yang lebih awal dari fase I dan dinamakan gangguan fungsi otak subliminal. Di samping gejala peringatan dan neurologist, kadang-kadang hipoglikemia, menunjukan gejala yang tidak khas. Peringatan kadang-kadang gejala fase adrienergik tidak muncul dan pasien langsung jatuh pada fase gangguan fungsi otak. Terdapat dua jenis hilangnya kewaspadaan yaitu akut dan kronik.

C. Penyebab
Hipoglikemia bisa disebabkan oleh:
Pelepasan insulin yang berlebihan oelh pankreas
Dosis insulin atau obat lainnya yang terlalu tinggi, yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya
Kelainan pada kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal
Kelaiana pada penyimpanan karbohidra atau pembentukan glukosa di hati.
Secara umum, hipogklikemia dapat dikategorikan sebagai yang berhubungan dengan obat dan yang tidak berhubungan dengan obat. Sebagian besar kasus hipoglikemia terjadi pada penderita diabetes dan berhubungan dengan obat.
Hipoglikemia yang tidak berhubungan dengan obat lebih jauh dapat dibagi lagi menjadi:
- Hipoglikemia karena puasa, dimana hipoglikemia terjadi setelah berpuasa
- Hipoglikemia reaktif, dimana hipoglikemia terjadi sebagai reaksi terhadap makan, biasanya karbohidrat.
Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh insulin atau obat lain (sulfonilurea) yang diberikan kepada penderita diabetes untuk menurunkan kadar gula darahnya. Jika dosisnya lebih tinggi dari makanan yang dimakan maka obat ini bisa terlalu banyak menurunkan kadar gula darah.
Penderita diabetes berat menahun sangat peka terhadap hipoglikemia berat.
Hal ini terjadi karena sel-sel pulau pankreasnya tidak membentuk glukagon secara normal dan kelanjar adrenalnya tidak menghasilkan epinefrin secara normal. Padahal kedua hal tersebut merupakan mekanisme utama tubuh untuk mengatasi kadar gula darah yang rendah.
Pentamidin yang digunakan untuk mengobati pneumonia akibat AIDS juga bisa menyebabkan hipoglikemia. Hipoglikemia kadang terjadi pada penderita kelainan psikis yang secara diam-diam menggunakan insulin atau obat hipoglikemik untuk dirinya.
Pemakaian alkohol dalam jumlah banyak tanpa makan dalam waktu yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia yang cukup berat sehingga menyebabkan stupor. Olah raga berat dalam waktu yang lama pada orang yang sehat jarang menyebabkan hipoglikemia. Puasa yang lama bisa menyebabkan hipoglikemia hanya jika terdapat penyakit lain (terutama penyakit kelenjar hipofisa atau kelenjar adrenal) atau mengkonsumsi sejumlah besar alkohol. Cadangan karbohidrat di hati bisa menurun secara perlahan sehingga tubuh tidak dapat mempertahankan kadar gula darah yang adekuat.
Pada orang-orang yang memiliki kelainan hati, beberapa jam berpuasa bisa menyebabkan hipoglikemia. Bayi dan anak-anak yang memiliki kelainan sistem enzim hati yang memetabolisir gula bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya.
Seseorang yang telah menjalani pembedahan lambung bisa mengalami hipoglikemia diantara jam-jam makannya (hipoglikemia alimenter, salah satu jenis hipoglikemia reaktif). Hipoglikemia terjadi karena gula sangat cepat diserap sehingga merangsang pembentukan insulin yang berlebihan. Kadar insulin yang tinggi menyebabkan penurunan kadar gula darah yang cepat.
Hipoglikemia alimentari kadang terjadi pada seseorang yang tidak menjalani pembedahan. Keadaan ini disebut hipoglikemia alimentari idiopatik.
Jenis hipoglikemia reaktif lainnya terjadi pada bayi dan anak-anak karena memakan makanan yang mengandung gula fruktosa dan galaktosa atau asam amino leusin. Fruktosa dan galaktosa menghalangi pelepasan glukosa dari hati; leusin merangsang pembentukan insulin yang berlebihan oleh pankreas.
Akibatnya terjadi kadar gula darah yang rendah beberapa saat setelah memakan makanan yang mengandung zat-zat tersebut.
Hipoglikemia reaktif pada dewasa bisa terjadi setelah mengkonsumsi alkohol yang dicampur dengan gula (misalnya gin dan tonik). Pembentukan insulin yang berlebihan juga bisa menyebakan hipoglikemia. Hal ini bisa terjadi pada tumor sel penghasil insulin di pankreas (insulinoma). Kadang tumor diluar pankreas yang menghasilkan hormon yang menyerupai insulin bisa menyebabkan hipoglikemia.
Penyebab lainnya adalah penyakti autoimun, dimana tubuh membentuk antibodi yang menyerang insulin. Kadar insulin dalam darah naik-turun secara abnormal karena pankreas menghasilkan sejumlah insulin untuk melawan antibodi tersebut. Hal ini bisa terjadi pada penderita atau bukan penderita diabetes. Hipoglikemia juga bisa terjadi akibat gagal ginjal atau gagal jantung, kanker, kekurangan gizi, kelainan fungsi hipofisa atau adrenal, syok dan infeksi yang berat. Penyakit hati yang berat (misalnya hepatitis virus, sirosis atau kanker) juga bisa menyebabkan hipoglikemia.

D. Gejala
Pada awalnya tubuh memberikan respon terhadap rendahnya kadar gula darh dengan melepasakan epinefrin (adrenalin) dari kelenjar adrenal dan beberapa ujung saraf. Epinefrin merangsang pelepasan gula dari cadangan tubuh tetapi jugamenyebabkan gejala yang menyerupai serangan kecemasan (berkeringat, kegelisahan, gemetaran, pingsan, jantung berdebar-debar dan kadang rasa lapar) tiba-tiba.
Hal ini paling sering terjadi pada orang yang memakai insulin atau obat hipoglikemik per-oral. Pada penderita tumor pankreas penghasil insulin, gejalanya terjadi pada pagi hari setelah puasa semalaman, terutama jika cadangan gula darah habis karena melakukan olah raga sebelum sarapan pagi. Pada mulanya hanya terjadi serangan hipoglikemia sewaktu-waktu, tetapi lama-lama serangan lebih sering terjadi dan lebih berat.

E. Diagnosa
Gejala hipoglikemia jarang terjadi sebelum kadar gula darah mencapai 50 mg/dL. Diagnosis hipoglikemia ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya dan hasil pemeriksaan kadar gula darah. Penyebabnya bisa ditentukan berdasarkan riwayat kesehatan penderita, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana. Jika dicurigai suatu hipoglikemia autoimun, maka dilakukan pemeriksaan darah untuk mengetahui adanya antibodi terhadap insulin.
Untuk mengetahui adanya tumor penghasil insulin, dilakukan pengukuran kadar insulin dalam darah selama berpuasa (kadang sampai 72 jam).
Pemeriksaan CT scan, MRI atau USG sebelum pembedahan, dilakukan untuk menentukan lokasi tumor.

F. Pengobatan
Gejala hipoglikemia akan menghilang dalam beberapa menit setelah penderita mengkonsumsi gula (dalam bentuk permen atau tablet glukosa) maupun minum jus buah, air gula atau segelas susu. Seseorang yang sering mengalami hipoglikemia (terutama penderita diabetes), hendaknya selalu membawa tablet glukosa karena efeknya cepat timbul dan memberikan sejumlah gula yang konsisten.
Baik penderita diabetes maupun bukan, sebaiknya sesudah makan gula diikuti dengan makanan yang mengandung karbohidrat yang bertahan lama (misalnya roti atau biskuit). Jika hipoglikemianya berat dan berlangsung lama serta tidak mungkin untuk memasukkan gula melalui mulut penderita, maka diberikan glukosa intravena untuk mencegah kerusakan otak yang serius.

Seseorang yang memiliki resiko mengalami episode hipoglikemia berat sebaiknya selalu membawa glukagon. Glukagon adalah hormon yang dihasilkan oleh sel pulau pankreas, yang merangsang pembentukan sejumlah besar glukosa dari cadangan karbohidrat di dalam hati. Glukagon tersedia dalam bentuk suntikan dan biasanya mengembalikan gula darah dalam waktu 5-15 menit. Tumor penghasil insulin harus diangkat melalui pembedahan.
Sebelum pembedahan, diberikan obat untuk menghambat pelepasan insulin oleh tumor (misalnya diazoksid). Bukan penderita diabetes yang sering mengalami hipoglikemia dapat menghindari serangan hipoglikemia dengan sering makan dalam porsi kecil

lihat artikel selengkapnya - Hipoglikemia
------------------------------

PANKREATITIS

Definisi
Pankreatitis adalah suatu peradangan pada pankreas. Pankreas adalah suatu kelenjar yang besar dibelakang perut dan dekat pada usus duabelasjari (duodenum). Duodenum adalah bagian atas dari usus kecil. Pankreas mengeluarkan enzim-enzim pencernaan kedalam usus kecil melalui suatu pipa yang disebut saluran pankreas (pancreatic duct). Enzim-enzim ini membantu mencerna lemak-lemak, protein-protein, dan karbohidrat-karbohidrat dalam makanan. Pankreas juga mengeluarkan hormon-hormon insulin dan glukagon kedalam aliran darah. Hormon-hormon ini membantu tubuh menggunakan glukosa yang diambil dari makanan sebagai energi.
Secara normal, enzim-enzim pencernaan tidak menjadi aktif sampai mereka mencapai usus kecil, dimana mereka mulai mencerna makanan. Namun jika enzim-enzim ini menjadi aktif didalam pankreas, mereka mulai "mencerna" pankreas itu sendiri.
Pankreatitis akut terjadi secara tiba-tiba dan berlangsung selama suatu periode waktu yang singkat dan umumnya hilang sendiri. Pankreatitis kronis tidak hilang sendiri dan berakibat pada suatu pengrusakkan/destruksi lambat dari pankreas. Kedua bentuk dapat menyebabkan komplikasi-komplikasi yang serius. Pada kasus-kasus berat, perdarahan, kerusakan jaringan, dan infeksi dapat terjadi. Pseudocysts, akumulasi-akumulasi cairan dan puing-puing jaringan , dapat juga berkembang. Dan enzim-enzim dan racun-racun dapat masuk kedalam aliran darah, melukai jantung, paru-paru, dan ginjal-ginjal, atau organ-organ lain.

Penyebab
Beberapa orang mendapat lebih dari satu kali serangan dan sembuh total darinya setiap kali, namun pankreatitis akut dapat menjadi suatu penyakit berat yang membahayakan nyawa dengan banyak komplikasi-komplikasinya. Sekitar 80,000 kasus-kasus terjadi di Amerika setiap tahun; 20 percent darinya berat. Pankreatitis akut terjadi lebih sering pada pria daripada wanita.

Gejala-Gejala
Pankreatitis akut umumnya mulai dengan sakit pada perut bagian atas yang dapat berlangsung beberapa hari. Sakitnya kemungkinan berat dan mungkin menjadi konstan —hanya pada perut— atau mungkin mencapai belakang dan area-area lainnya. Itu mungkin tiba-tiba dan intensif atau mulai sebagai suatu sakit yang ringan yang memburuk ketika memakan makanan. Seseorang dengan pankreatitis akut seringkali kelihatan dan merasa sangat sakit. Gejala-gejala lain dapat termasuk:
perut yang membengkak dan perih
Mual
Muntah
Demam
Denyut nadi yang cepat
Kasus-kasus berat dapat menyebabkan dehidrasi dan tekanan darah rendah. Jantung, paru-paru, atau ginjal-ginjal dapat gagal. Jika terjadi perdarahan pada pankreas, goncangan (shock) dan kadangkala kematian mengikutinya.

Diagnosa
Selain menanyakan sejarah medis seseorang dan melakukan suatu pemeriksaan fisik, seorang dokter akan meminta suatu tes darah untuk mendiagnose pankreatitis akut. Sewaktu serangan-serangan akut, darah mengandung paling sedikit tiga kali lebih banyak amylase dan lipase daripada biasanya. Amylase dan lipase adalah enzim-enzim pencernaan dibentuk didalam pankreas. Perubahan-perubahan mungkin juga terjadi pada tingkat-tingkat darah dari glukosa, kalsium, magnesium, sodium, potassium, dan bicarbonate. Setelah pankreas membaik, tingkat-tingkat ini umumnya balik ke normal.
Seorang dokter mungkin juga meminta suatu USG abdomen (perut) untuk mencari batu-batu empedu dan suatu CAT (computerized axial tomography) scan untuk mencari peradangan atau kerusakan pankreas. CAT scans juga berguna dalam menemukan pseudocysts.

Perawatan
Perawatan tergantung dari kerasnya serangan. Jika tidak terjadi komplikasi-komplikasi ginjal atau paru-paru, pankreatitis akut umumnya membaik sendiri. Perawatan, pada umumnya, direncanakan untuk menyokong fungsi-fungsi tubuh yang vital (penting) dan mencegah komplikasi-komplikasi. Diperlukan masuk rumah sakit sehingga cairan-cairan dapat diganti melalui urat nadi (intravenously).
Jika terjadi pancreatic pseudocysts dan dipertimbangkan cukup besar untuk mengganggu penyembuhan pankreas, dokter mungkin mengalirkan atau menghilangkan mereka melalui operasi.
Kecuali jika saluran pankreas atau saluran empedu terhalang oleh batu-batu empedu, suatu serangan akut umumnya berlangsung hanya beberapa hari saja. Pada kasus-kasus berat, seseorang mungkin memerlukan pemberian makan melalui urat nadi (intravenous feeding) untuk 3 sampai 6 minggu sewaktu pankreas pelan-pelan sembuh. Proses ini disebut total parenteral nutrition. Bagaimanapun, untuk kasus-kasus ringan penyakit ini, total parenteral nutrition ini tidak bermanfaat.
Sebelum meniggalkan rumah sakit, seseorang akan dinasehati untuk tidak meminum alkohol dan tidak memakan makanan dengan porsi besar. Setelah semua tanda-tanda pankreatitis akut hilang, dokter akan mencoba menentukan penyebabnya dalam rangka mencegah serangan-serangan di masa depan. Pada beberapa orang-orang, penyebab serangan jelas, namun pada yang lain-lainnya, tes-tes yang lebih banyak diperlukan.

Komplikasi-Komplikasi
Pankreatitis akut dapat menyebabkan persoalan-persoalan pernapasan. Banyak orang mengembangkan hypoxia, yang berarti bahwa sel-sel dan jaringan-jaringan tidak menerima cukup oksigen. Dokter-dokter merawat hypoxia dengan memberikan oksigen melalui masker muka. Meskipun menerima oksigen, beberapa orang masih mengalami gagal paru-paru dan memerlukan suatu ventilator.
Kadangkala seseorang tidak dapat berhenti muntah dan memerlukan penempatan suatu pipa kecil (tube) kedalam perut untuk mengeluarkan cairan dan udara. Pada kasus-kasus ringan, seseorang mungkin tidak makan untuk 3 atau 4 hari dan sebagai gantinya menerima cairan-cairan dan penghilang sakit melalui urat nadi (intravenous line).
Jika suatu infeksi berkembang, dokter mungkin meresepkan antibiotik-antibiotik. Operasi mungkin diperlukan untuk infeksi-infeksi yang meluas. Operasi mungkin juga diperlukan untuk menemukan sumber perdarahan, mengesampingkan persoalan-persoalan yang menyerupai pankreatitis, atau menghilangkan jaringan-jaringan pankreas yang rusak berat.
Pankreatitis akut kadangkala dapat menyebabkan gagal ginjal. Jika ginjal-ginjal anda gagal, anda akan memerlukan dialysis untuk membantu ginjal-ginjal anda menghilangkan/mengeluarkan yang tidak diperlukan (wastes) dari darah anda.
Pankreatitis Kronis
Jika luka pada pankreas berlanjut, pankreatitis kronis mungkin dapat berkembang. Pankreatitis kronis terjadi ketika enzim-enzim pencernaan menyerang dan merusak pankreas dan jaringan-jaringan didekatnya, menyebabkan luka parut dan sakit. Penyebab umum dari pankreatitis kronis adalah penyalahgunaan alkohol bertahun-tahun, namun bentuk kronis mungkin juga dapat dipicu oleh hanya satu serangan akut, terutama jika saluran-saluran pankreas rusak. Saluran-saluran yang rusak menyebabkan peradangan pankreas, perusakkan jaringan-jaringan, dan terbentuknya jaringa-jaringan parut.
Pada umumnya, alkoholisme bukan satu-satunya penyebab dari pankreatitis kronis. Penyebab-penyebab utama dari pankreatitis kronis adalah:
alkoholisme
saluran pankreas yang terhalang atau menyempit karena luka berat (trauma) atau terbentuknya pseudocysts
penyebab tidak diketahui yang diwariskan/diturunkan (idiopathic)
Kerusakan dari penyalahgunaan alkohol mungkin tidak tampak untuk waktu bertahun-tahun, dan kemudian seseorang dapat mendapat suatu serangan tiba-tiba dari pankreatitis. Pada sampai 70% dari pasien-pasien dewasa, pankreatitis kronis kelihatannya disebabkan oleh alkoholisme. Bentuk ini lebih umum pada pria daripada wanita dan seringkali berkembang pada umur antara 30 dan 40 tahun.

Pankreatitis yang diwariskan umumnya mulai pada masa kanak-kanak namun mungkin tidak terdiagnose untuk beberapa tahun. Seseorang dengan pankreatitis warisan umumnya mempunyai gejala-gejala khas yang datang dan pergi melalui waktu. Episode-episode berlangsung dari 2 hari sampai 2 minggu. Suatu faktor penentu dalam mengdiagnose pankreatitis warisan adalah dua atau lebih anggota keluarga dengan pankreatitis didalam lebih dari satu generasi. Perawatan untuk serangan-serangan individu umumnya adalah sama seperti untuk pankreatitis akut. Sakit apa saja atau persoalan-persoalan nutrisi dirawat sama seperti untuk pankreatitis akut. Operasi seringkali dapat meringankan sakit dan membantu menangani komplikasi-komplikasi.
Penyebab-penyebab lain pankreatitis kronis adalah:
kondisi-kondisi sejak lahir seperti pancreas divisum
cystic fibrosis
tingkat kalsium yang tinggi didalam darah (hypercalcemia)
tingkat yang tinggi dari lemak-lemak didalam darah (hyperlipidemia atau hypertriglyceridemia)
beberapa obat-obatan
kondisi-kondisi tertentu autoimmune

Gejala-Gejala Pankreatitis Kronis
Kebanyakan orang dengan pankreatitis kronis mempunyai sakit abdomen (perut), walaupun beberapa orang tidak mempunyai sakit sama sekali. Sakitnya mungkin dapat memburuk ketika makan atau minum, menyebar ke punggung, atau menjadi menetap dan melumpuhkan. Pada kasus-kasus tertentu, sakit abdomen hilang ketika kondisi berlanjut, mungkin karena pankreas tidak menghasilkan lagi enzim-enzim pencernaan. Gejala-gejala lain termasuk mual, muntah, kehilangan berat badan, dan kotoran (feces) yang berlemak.
Orang-orang dengan penyakit kronis seringkali kehilangan berat badan, bahkan ketika nafsu makan dan kebiasaan makannya normal. Kehilangan berat badan terjadi karena tubuh tidak cukup mengeluarkan enzim-enzim pankreas untuk memecah makanan, sehingga nutrisi-nutrisi tidak dapat diserap secara normal. Pencernaan yang buruk menjurus pada pengeluaran dari lemak, protein, dan gula kedalam kotoran (feces). Jika sel-sel pankreas yang memproduksi insulin (islet cells) telah dirusak, diabetes juga dapat berkembang pada tingkat ini.

Mendiagnosis Pankreatitis Kronis
Diagnose mungkin sulit, namun teknik-teknik baru dapat membantu. Tes-tes fungsi pankreas membantu seorang dokter memutuskan apakah pankreas masih cukup menghasilkan enzim-enzim pencernaan. Dengan menggunakan ultrasonic imaging, endoscopic retrograde cholangiopancreatography (ERCP), dan CAT scans, seorang dokter dapat melihat persoalan-persoalan yang mengindikasikan pankreatitis kronis. Persoalan-persoalan seperti itu termasuk kalsifikasi pankreas (calcification of the pancreas), dimana jaringan-jaringan mengeras dari endapan-endapan garam-garam kalsium yang tidak dapat larut. Pada tingkatan yang lebih lanjut dari penyakit, ketika terjadi diabetes dan malabsorpsi, seorang dokter dapat menggunakan sejumlah tes-tes darah, air seni, dan kotoran (feces) untuk membantu mendiagnosis pankreatitis kronis dan memonitor kemajuannya.

Merawat Pankreatitis Kronis
Membebaskan dari sakit adalah langkah pertama dalam merawat pankreatitis kronis. Langkah berikutnya adalah merencanakan diet yang tinggi karbohidratnya dan rendah lemaknya.
Seorang dokter mungkin dapat meresepkan enzim-enzim pankreas yang diminum bersama dengan makanan jika pankreas tidak mengeluarkan yang cukup dari punyanya sendiri. Enzim-enzim harus diminum dengan setiap makanan untuk membantu tubuh mencerna makanan dan memperoleh kembali beberapa berat badan. Kadangkala insulin atau obat-obatan lain diperlukan untuk mengontrol gula darah (blood glucose).
Pada beberapa kasus-kasus, operasi diperlukan untuk membebaskan dari sakit. Operasi mungkin melibatkan pengaliran suatu saluran pankreas yang membesar atau mengangkat bagian dari pankreas.
Untuk serangan-serangan yang lebih ringan dan lebih sedikit, orang-orang dengan pankreatitis harus berhenti meminum alkohol, patuh pada diet yang diresepkan, dan minum obat-obatan yang tepat.
lihat artikel selengkapnya - PANKREATITIS
------------------------------

HYPOGLIKEMIA


Pengertian (Rosa M Sacharin, 1986)
Hypoglikemi adalah konsentrasi glukose darah di bawah 40mg/100ml. Hypoglikemi merupakan keadaan yang serius dan keadaan semakin gawat jika anak semakin muda.
Sel otak tidak mampu hidup jika kekurangan glukose. Hypoglikemi dapat terjadi berkaitan dengan banyak penyakit, misalnya pada neonatus dengan ibu diabetes dan mengalami Hyperglikemi in utero, atau sebagai komplikasi cidera dingin. Selama masa menggigil simpanan glikogen tubuh tidak mencukupi, tetapi jika dihangatkan terjadi peningkatan kebutuhan glikogen. Simpanan glikogen menurun dan cadangan tidak dapat memenuhi kebutuhan pada pemanasan.

Etiologi (Arif Masjoer 2001)
Etiologi Hypoglikemi pada diabetes militus (DM)
1. Hypoglikemi pada DM stadium dini

2. Hypoglikemi dalam rangka pengobatan DM
a. Penggunaan insulin
b. Penggunaan sulfonilura
c. Bayi yang lahir dari ibu pasien DM

3. Hypoglikemi yang tidak berkaitan dengan DM
a. Hiperinsulinisme alimeter pascagastrektomi
b. Insulinoma
c. Penyakit hati berat
d. Tumor ekstrapankreatik.: fibrosarkoma, karsinoma ginjal
e. Hipopituitarisme


Faktor Predisposisi (Arif Masjoer, 2001)
Faktor predisposisi terjadi hipoglikemia pada pasien yang mendapat pengobatan insulin atau sulfonilurea:
1. Faktor-faktor yang berkaitan dengan pasien
a. Pengurangan / keterlambatan makan
b. Kesalahan dosis obat
c. Latihan jasmani yang berlebihan
d. Perubahan tempat suntikan insulin
e. Penurunan kebutuhan insulin
1) Penyembuhan dari penyakit
2) Nefropati diabetik
3) Penyakit Addison
4) Hipotirodisme
5) Hipopituitarisme
f. Hari-hari pertama persalinan
g. Penyakit hati berat
h. Gastroparesis diabetik

2. Faktor-faktor yang berkaitan dengan dokter
a. Pengendalian glukosa darah yang ketat
b. Pemberian obat-obat yang mempunyai potensi hipogliklemik
c. Penggantian jenis insulin

Patogenesis (Arif Masjoer, 2001)
Pada waktu makan cukup tersedia sumber energi yang diserap dari usus. Kelebihan energi disimpan sebagai makromolekul dan dinamakan fase anabotik. 60% dari glukosa yang di serap usus dengan pengaruh insulin akan di simpan di hati sebagai glikogen, sebagian dari sisanya akan disimpan di jaringan lemak dan otot sebagai glikogen juga. Sebagian lagi dari glukosa akan mengalami metabolisme anaerob maupun aerob untuk energi seluruh jaringan tubuh terutama otak sekitar 70% pemakaian glukosa berlangsung di otak tidak dapat menggunakan asam lemak bebas sebagai sumber energi.
Pencernaan dan penyerapan protein akan menimbulkan peningkatan asam amino di dalam darah yang dengan bantuan insulin akan disimpan di hati dan otak sebagai protein. Lemak diserap dari usus melalui saluran limfe dalam bentuk kilomikron yang kemudian akan dihidrolasi oleh lipoprotein lipase menjadi asam lemak. Asam lemak akan mengalami esterifikasi dengan gliserol membentuk trigliserida, yang akan disimpan di jaringan lemak. Proses tersebut berlangsung dengan bantuan insulin.
Pada waktu sesudah makan atau sesudah puasa 5-6 jam, kadar glukosa darah mulai turun keadaan ini menyebabkan sekresi insulin juga menurun, sedangkan hormon kontraregulator yaitu glukagon, epinefrin, kartisol, dan hormon pertumbuhan akan meningkat. Terjadilah keadaan kortison sebaliknya (katabolik) yaitu sintetis glikogen, protein dan trigliserida menurun sedangkan pemecahan zat-zat tersebut akan meningkat.
Pada keadaan penurunan glukosa darah yang mendadak: glukogen dan epinefrilah yang sangat berperan. Kedua hormon tersebut akan memacu glikogenolisis, glukoneogenisis, dan proteolisis di otot dan lipolisis di jaringan lemak. Dengan demikian tersedia bahan untuk glukoneogenesis yaitu asam amino terutama alanin, asam laktat, piruvat, sedangkan hormon, kontraregulator yang lain berpengaruh sinergistk glukogen dan adrenalin tetapi perannya sangat lambat. Secara singkat dapat dikatakan dalam keadaan puasa terjadi penurunan insulin dan kenaikan hormon kontraregulator. Keadaan tersebut akan menyebabkan penggunaan glukosa hanya di jaringan insulin yang sensitif dan dengan demikian glukosa yang jumlahnya terbatas hanya disediakan untuk jaringan otak.
Walaupun metabolik rantai pendek asam lemak bebas, yaitu asam asetoasetat dan asam β hidroksi butiran (benda keton) dapat digunakan oleh otak untuk memperoleh energi tetapi pembentukan benda-benda keton tersebut memerlulan waktu beberapa jam pada manusia. Karena itu ketogenesis bukan merupakan mekanisme protektif terhadap terjadinya hipoglikemia yang mendadak.
Selama homeostatis glukosa tersebut di atas berjalan, hipoglikemia tidak akan terjadi. Hipoglikemia terjadi jika hati tidak mampu memproduksi glukosa karena penurunan bahan pembentukan glukosa, penyakit hati atau ketidakseimbangan hormonal.

Manifestasi klinis (Arif Masjoer 2001)
Gejala-gejala hipoglikemia terjadi dari dua fase, yaitu:
  1. fase I gejala-gejala akibat aktifitas pusat autonom di hipotalomus sehingga hormon epinefrin dilepaskan. Gejala awal ini merupakan peringatan karena saat itu pasien masih sadar sehingga dapat diambil tindakan yang perlu untuk mengatasi hipoglikemia lanjutan.
  2. fase II, gejala-gejala yang terjadi akibat mulai terganggunya fungsi otak, karena itu dinamakan gejala neurologis.
Penelitian pada orang bukan diabetes menunjukkan adanya gangguan fungsi otak yang lebih awal dari fase I dan dinamakan gangguan fungsi otak subliminal. Di samping gejala peringatan dan neurologist, kadang-kadang hipoglikemia, menunjukan gejala yang tidak khas. Peringatan kadang-kadang gejala fase adrienergik tidak muncul dan pasien langsung jatuh pada fase gangguan fungsi otak. Terdapat dua jenis hilangnya kewaspadaan yaitu akut dan kronik.
lihat artikel selengkapnya - HYPOGLIKEMIA
------------------------------

ASKEP DIABETES MELLITUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DIABETES MELLITUS

DIABETES MELLITUS

A. Pengertian
Diabetes mellitus merupakan sekelompok kelainan heterogen yang ditandai oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia. (Brunner dan Suddarth, 2002).
Diabetes Melllitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena adanya peningkatan kadar gula (glukosa) darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun relatif (Arjatmo, 2002).

B. Klasifikasi
Klasifikasi diabetes mellitus sebagai berikut :
1. Tipe I : Diabetes mellitus tergantung insulin (IDDM)
2. Tipe II : Diabetes mellitus tidak tergantung insulin (NIDDM)
3. Diabetes mellitus yang berhubungan dengan keadaan atau sindrom lainnya
4. Diabetes mellitus gestasional (GDM)

C. Etiologi
1. Diabetes tipe I:
a. Faktor genetik
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri; tetapi mewarisi suatu predisposisi atau kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe I. Kecenderungan genetik ini ditemukan pada individu yang memiliki tipe antigen HLA.
b. Faktor-faktor imunologi
Adanya respons otoimun yang merupakan respons abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing. Yaitu otoantibodi terhadap sel-sel pulau Langerhans dan insulin endogen.
c. Faktor lingkungan
Virus atau toksin tertentu dapat memicu proses otoimun yang menimbulkan destruksi selbeta.
2. Diabetes Tipe II
Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II masih belum diketahui. Faktor genetik memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Faktor-faktor resiko :
a. Usia (resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 th)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga

D. Patofisiologi/Pathways

Defisiensi Insulin

glukagon↑ penurunan pemakaian
glukosa oleh sel

glukoneogenesis hiperglikemia

lemak protein glycosuria

ketogenesis BUN↑ Osmotic Diuresis

ketonemia Nitrogen urine ↑ Dehidrasi

↓ pH Hemokonsentrasi

Asidosis Trombosis

Aterosklerosis












E. Tanda dan Gejala
Keluhan umum pasien DM seperti poliuria, polidipsia, polifagia pada DM umumnya tidak ada. Sebaliknya yang sering mengganggu pasien adalah keluhan akibat komplikasi degeneratif kronik pada pembuluh darah dan saraf. Pada DM lansia terdapat perubahan patofisiologi akibat proses menua, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari kasus tanpa gejala sampai kasus dengan komplikasi yang luas. Keluhan yang sering muncul adalah adanya gangguan penglihatan karena katarak, rasa kesemutan pada tungkai serta kelemahan otot (neuropati perifer) dan luka pada tungkai yang sukar sembuh dengan pengobatan lazim.
Menurut Supartondo, gejala-gejala akibat DM pada usia lanjut yang sering ditemukan adalah :
1. Katarak
2. Glaukoma
3. Retinopati
4. Gatal seluruh badan
5. Pruritus Vulvae
6. Infeksi bakteri kulit
7. Infeksi jamur di kulit
8. Dermatopati
9. Neuropati perifer
10. Neuropati viseral
11. Amiotropi
12. Ulkus Neurotropik
13. Penyakit ginjal
14. Penyakit pembuluh darah perifer
15. Penyakit koroner
16. Penyakit pembuluh darah otak
17. Hipertensi
Osmotik diuresis akibat glukosuria tertunda disebabkan ambang ginjal yang tinggi, dan dapat muncul keluhan nokturia disertai gangguan tidur, atau bahkan inkontinensia urin. Perasaan haus pada pasien DM lansia kurang dirasakan, akibatnya mereka tidak bereaksi adekuat terhadap dehidrasi. Karena itu tidak terjadi polidipsia atau baru terjadi pada stadium lanjut.
Penyakit yang mula-mula ringan dan sedang saja yang biasa terdapat pada pasien DM usia lanjut dapat berubah tiba-tiba, apabila pasien mengalami infeksi akut. Defisiensi insulin yang tadinya bersifat relatif sekarang menjadi absolut dan timbul keadaan ketoasidosis dengan gejala khas hiperventilasi dan dehidrasi, kesadaran menurun dengan hiperglikemia, dehidrasi dan ketonemia. Gejala yang biasa terjadi pada hipoglikemia seperti rasa lapar, menguap dan berkeringat banyak umumnya tidak ada pada DM usia lanjut. Biasanya tampak bermanifestasi sebagai sakit kepala dan kebingungan mendadak.
Pada usia lanjut reaksi vegetatif dapat menghilang. Sedangkan gejala kebingungan dan koma yang merupakan gangguan metabolisme serebral tampak lebih jelas.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah sewaktu
2. Kadar glukosa darah puasa
3. Tes toleransi glukosa
Kadar darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring diagnosis DM (mg/dl)
Bukan DM Belum pasti DM DM
Kadar glukosa darah sewaktu
- Plasma vena
- Darah kapiler
Kadar glukosa darah puasa
- Plasma vena
- Darah kapiler

< 100
<80


<110
<90

100-200
80-200


110-120
90-110

>200
>200


>126
>110
Kriteria diagnostik WHO untuk diabetes mellitus pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan :
1. Glukosa plasma sewaktu >200 mg/dl (11,1 mmol/L)
2. Glukosa plasma puasa >140 mg/dl (7,8 mmol/L)
3. Glukosa plasma dari sampel yang diambil 2 jam kemudian sesudah mengkonsumsi 75 gr karbohidrat (2 jam post prandial (pp) > 200 mg/dl

G. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi diabetes mellitus adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya untuk mengurangi komplikasi vaskuler serta neuropati. Tujuan terapeutik pada setiap tipe diabetes adalah mencapai kadar glukosa darah normal.
Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes :
1. Diet
2. Latihan
3. Pemantauan
4. Terapi (jika diperlukan)
5. Pendidikan

H. Pengkajian
 Riwayat Kesehatan Keluarga
Adakah keluarga yang menderita penyakit seperti klien ?
 Riwayat Kesehatan Pasien dan Pengobatan Sebelumnya
Berapa lama klien menderita DM, bagaimana penanganannya, mendapat terapi insulin jenis apa, bagaimana cara minum obatnya apakah teratur atau tidak, apa saja yang dilakukan klien untuk menanggulangi penyakitnya.
 Aktivitas/ Istirahat :
Letih, Lemah, Sulit Bergerak / berjalan, kram otot, tonus otot menurun.

 Sirkulasi
Adakah riwayat hipertensi,AMI, klaudikasi, kebas, kesemutan pada ekstremitas, ulkus pada kaki yang penyembuhannya lama, takikardi, perubahan tekanan darah
 Integritas Ego
Stress, ansietas
 Eliminasi
Perubahan pola berkemih ( poliuria, nokturia, anuria ), diare
 Makanan / Cairan
Anoreksia, mual muntah, tidak mengikuti diet, penurunan berat badan, haus, penggunaan diuretik.
 Neurosensori
Pusing, sakit kepala, kesemutan, kebas kelemahan pada otot, parestesia,gangguan penglihatan.
 Nyeri / Kenyamanan
Abdomen tegang, nyeri (sedang / berat)
 Pernapasan
Batuk dengan/tanpa sputum purulen (tergangung adanya infeksi / tidak)
 Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.

I. Masalah Keperawatan
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan
2. Kekurangan volume cairan
3. Gangguan integritas kulit
4. Resiko terjadi injury

J. Intervensi
1. Resiko tinggi gangguan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia, mual, peningkatan metabolisme protein, lemak.
Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
 Pasien dapat mencerna jumlah kalori atau nutrien yang tepat
 Berat badan stabil atau penambahan ke arah rentang biasanya
Intervensi :
 Timbang berat badan setiap hari atau sesuai dengan indikasi.
 Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan dengan makanan yang dapat dihabiskan pasien.
 Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung, mual, muntahan makanan yang belum sempat dicerna, pertahankan keadaan puasa sesuai dengan indikasi.
 Berikan makanan cair yang mengandung zat makanan (nutrien) dan elektrolit dengan segera jika pasien sudah dapat mentoleransinya melalui oral.
 Libatkan keluarga pasien pada pencernaan makan ini sesuai dengan indikasi.
 Observasi tanda-tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran, kulit lembab/dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsang, cemas, sakit kepala.
 Kolaborasi melakukan pemeriksaan gula darah.
 Kolaborasi pemberian pengobatan insulin.
 Kolaborasi dengan ahli diet.

2. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik.
Tujuan : kebutuhan cairan atau hidrasi pasien terpenuhi
Kriteria Hasil :
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat dibuktikan oleh tanda vital stabil, nadi perifer dapat diraba, turgor kulit dan pengisian kapiler baik, haluaran urin tepat secara individu dan kadar elektrolit dalam batas normal.

Intervensi :
 Pantau tanda-tanda vital, catat adanya perubahan TD ortostatik
 Pantau pola nafas seperti adanya pernafasan kusmaul
 Kaji frekuensi dan kualitas pernafasan, penggunaan otot bantu nafas
 Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
 Pantau masukan dan pengeluaran
 Pertahankan untuk memberikan cairan paling sedikit 2500 ml/hari dalam batas yang dapat ditoleransi jantung
 Catat hal-hal seperti mual, muntah dan distensi lambung.
 Observasi adanya kelelahan yang meningkat, edema, peningkatan BB, nadi tidak teratur
 Kolaborasi : berikan terapi cairan normal salin dengan atau tanpa dextrosa, pantau pemeriksaan laboratorium (Ht, BUN, Na, K)

3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan perubahan status metabolik (neuropati perifer).
Tujuan : gangguan integritas kulit dapat berkurang atau menunjukkan penyembuhan.
Kriteria Hasil :
Kondisi luka menunjukkan adanya perbaikan jaringan dan tidak terinfeksi
Intervensi :
 Kaji luka, adanya epitelisasi, perubahan warna, edema, dan discharge, frekuensi ganti balut.
 Kaji tanda vital
 Kaji adanya nyeri
 Lakukan perawatan luka
 Kolaborasi pemberian insulin dan medikasi.
 Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.



4. Resiko terjadi injury berhubungan dengan penurunan fungsi penglihatan
Tujuan : pasien tidak mengalami injury
Kriteria Hasil : pasien dapat memenuhi kebutuhannya tanpa mengalami injury
Intervensi :
 Hindarkan lantai yang licin.
 Gunakan bed yang rendah.
 Orientasikan klien dengan ruangan.
 Bantu klien dalam melakukan aktivitas sehari-hari
 Bantu pasien dalam ambulasi atau perubahan posisi




DAFTAR PUSTAKA

Luecknote, Annette Geisler, Pengkajian Gerontologi alih bahasa Aniek Maryunani, Jakarta:EGC, 1997.

Doenges, Marilyn E, Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien edisi 3 alih bahasa I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati, Jakarta : EGC, 1999.

Carpenito, Lynda Juall, Buku Saku Diagnosa Keperawatan edisi 6 alih bahasa YasminAsih, Jakarta : EGC, 1997.

Smeltzer, Suzanne C, Brenda G bare, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth Edisi 8 Vol 2 alih bahasa H. Y. Kuncara, Andry Hartono, Monica Ester, Yasmin asih, Jakarta : EGC, 2002.

Ikram, Ainal, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam : Diabetes Mellitus Pada Usia Lanjut jilid I Edisi ketiga, Jakarta : FKUI, 1996.

Arjatmo Tjokronegoro. Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.Cet 2. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 2002
lihat artikel selengkapnya - ASKEP DIABETES MELLITUS
------------------------------

Hipertiroid

Hipertiroid

A. Anatomi dan Fisiologi

1. Kelenjar Tiroid

Kelenjar Tiroid adalah sejenis kelenjar endokrin yang terletak di bagian bawah depan leher yang memproduksi hormon tiroid dan hormon calcitonin.

2. Hormon Tiroid

Hormon yang terdiri dari asam amino yang mengawal kadar metabolism.Hormon-hormon tiroid menstimulasi metabolisme dari sel-sel. Mereka diproduksi oleh kelenjar tiroid. Kelenjar tiroid bertempat pada bagian bawah leher, dibawah Adam's apple. Kelenjar membungkus sekeliling saluran udara (trachea) dan mempunyai suatu bentuk yang menyerupai kupu-kupu yang dibentuk oleh dua sayap (lobes) dan dilekatkan oleh suatu bagian tengah (isthmus).
Kelenjar tiroid mengambil yodium dari darah (yang kebanyakan datang dari makanan-makanan seperti seafood, roti, dan garam) dan menggunakannya untuk memproduksi hormon-hormon tiroid. Dua hormon-hormon tiroid yang paling penting adalah thyroxine (T4) dan triiodothyronine (T3) mewakili 99.9% dan 0.1% dari masing-masing hormon-hormon tiroid. Hormon yang paling aktif secara biologi (contohnya, efek yang paling besar pada tubuh) sebenarnya adalah T3. Sekali dilepas dari kelenjar tiroid kedalam darah, suatu jumlah yang besar dari T4 dirubah ke T3 - hormon yang lebih aktif yang mempengaruhi metabolisme sel-sel.
3. Pengaturan Hormon Tiroid - Rantai Komando
Tiroid sendiri diatur oleh kelenjar lain yang berlokasi di otak, disebut pituitari. Pada gilirannya, pituitari diatur sebagian oleh hormon tiroid yang beredar dalam darah (suatu efek umpan balik dari hormon tiroid pada kelenjar pituitari) dan sebagian oleh kelenjar lain yang disebut hipothalamus, juga suatu bagian dari otak. Hipothalamus melepaskan suatu hormon yang disebut thyrotropin releasing hormone (TRH), yang mengirim sebuah signal ke pituitari untuk melepaskan thyroid stimulating hormone (TSH). Pada gilirannya, TSH mengirim sebuah signal ke tiroid untuk melepas hormon-hormon tiroid. Jika aktivitas yang berlebihan dari yang mana saja dari tiga kelenjar-kelenjar ini terjadi, suatu jumlah hormon-hormon tiroid yang berlebihan dapat dihasilkan, dengan demikian berakibat pada hipertiroid. Angka atau kecepatan produksi hormon tiroid dikontrol oleh kelenjar pituitari. Jika tidak ada cukup jumlah hormon tiroid yang beredar dalam tubuh untuk mengizinkan fungsi yang normal, pelepasan TSH ditingkatkan oleh pituitari dalam suatu usahanya untuk menstimulasi tiroid untuk memproduksi lebih banyak hormon tiroid. Sebaliknya, ketika ada suatu jumlah berlebihan dari hormon tiroid yang beredar, pelepasan TSH dikurangi ketika pituitari mencoba untuk mengurangi produksi hormon tiroid.



B. Definisi Hipertiroid
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana suatu kelenjar tiroid yang terlalu aktif menghasilkan suatu jumlah yang berlebihan dari hormon-hormon tiroid yang beredar dalam darah. Thyrotoxicosis adalah suatu kondisi keracunan yang disebabkan oleh suatu kelebihan hormon-hormon tiroid dari penyebab mana saja. Thyrotoxicosis dapat disebabkan oleh suatu pemasukan yang berlebihan dari hormon-hormon tiroid atau oleh produksi hormon-hormon tiroid yang berlebihan oleh kelenjar tiroid.
Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana didapatkankelebihan hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis danbiokimiawi yang ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan.
Hipertiroidisme adalah keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi
tiroid, yang merupakan akibat dari fungsi tiroid yang berlebihan.
Hipertiroidisme (Hyperthyrodism) adalah keadaan disebabkan oleh kelenjar tiroid bekerja secara berlebihan sehingga menghasilkan hormon tiroid yang berlebihan di dalam darah.
Hipertiroid adalah suatu ketidakseimbangan metabolik yang merupakan akibat dari produksi hormon tiroid yang berlebihan. (Dongoes E, Marilynn , 2000 hal 708)
Terdapat dua tipe hipertiroidisme yaitu penyakit graves dan goiter nodular toksik. (Price A, Sylvia, 1995 hal 1074)

C. Penyebab-Penyebab Hipertiroid
Beberapa penyebab-penyebab umum dari hipertiroid termasuk:
• Penyakit Graves
• Functioning adenoma ('hot nodule') dan Toxic Multinodular Goiter (TMNG)
• Pemasukkan yang berlebihan dari hormon-hormo tiroid
• Pengeluaran yang abnormal dari TSH
• Tiroiditis (peradangan kelenjar tiroid)
• Pemasukkan yodium yang berlebihan
• Penyebab-penyebab lain:
Herediter
Tumor kelenjar hipofise
Tiroiditis sub akut
Kanker tiroid
Terapi hormon tiroid berlebihan
(Price A, Sylvia, 1995, hal 1074 dan Dongoes E, Marilynn , 2000 hal 708)
• Faktor resiko
Terjadi lebih banyak pada wanita dari pada laki-laki
Pada usia lebih dari 50 tahun
Post trauma emosional
Peningkatan stress
(Long C, Barbara 1996 hal 109)
D. Patofisiologi
Penyakit Graves
Penyakit Graves, yang disebabkan oleh suatu aktivitas yang berlebihan dari kelenjar tiroid yang disama ratakan, adalah penyebab yang paling umum dari hipertiroid. Pada kondisi ini, kelenjar tiroid biasanya adalah pengkhianat, yang berarti ia telah kehilangan kemampuannya untuk merespon pada kontrol yang normal oleh kelenjar pituitari via TSH. Penyakit Graves adalah diturunkan/diwariskan dan adalah sampai lima kali lebih umum diantara wanita-wanita daripada pria-pria. Penyakit Graves diperkirakan adalah suatu penyakit autoimun, dan antibodi-antibodi yang adalah karakteristik-karakteristik dari penyakit ini mungkin ditemukan dalam darah. Antibodi-antibodi ini termasuk thyroid stimulating immunoglobulin (TSI antibodies), thyroid peroxidase antibodies (TPO), dan antibodi-antibodi reseptor TSH. Pencetus-pencetus untuk penyakit Grave termasuk:
• stres
• merokok
• radiasi pada leher
• obat-obatan dan
• organisme-organisme yang menyebabkan infeksi seperti virus-virus.
Penyakit Graves dapat didiagnosis dengan suatu scan tiroid dengan obat nuklir yang standar yang menunjukkan secara panjang lebar pengambilan yang meningkat dari suatu yodium yang dilabel dengan radioaktif. Sebagai tambahan, sebuah tes darah mungkin mengungkap tingkat-tingkat TSI yang meningkat.
Penyakit Grave' mungkin berhubungan dengan penyakit mata (Graves' ophthalmopathy) dan luka-luka kulit (dermopathy). Ophthalmopathy dapat terjadi sebelum, sesudah, atau pada saat yang sama dengan hipertiroid. Pada awalnya, ia mungkin menyebabkan kepekaan terhadap cahaya dan suatu perasaan dari 'ada pasir didalam mata-mata'. Mata-mata mungkin menonjol keluar dan penglihatan ganda (dobel) dapat terjadi. Derajat dari ophthalmopathy diperburuk pada mereka yang merokok. Jalannya penyakit mata seringkali tidak tergantung dari penyakit tiroid, dan terapi steroid mungkin perlu untuk mengontrol peradangan yang menyebabkan ophthalmopathy. Sebagai tambahan, intervensi secara operasi mungkin diperlukan. Kondisi kulit (dermopathy) adalah jarang dan menyebabkan suatu ruam kulit yang tanpa sakit, merah, tidak halus yang tampak pada muka dari kaki-kaki.
Functioning Adenoma dan Toxic Multinodular Goiter
Kelenjar tiroid (seperti banyak area-area lain dari tubuh) menjadi lebih bergumpal-gumpal ketika kita menua. Pada kebanyakan kasus-kasus, gumpal-gumpal ini tidak memproduksi hormon-hormon tiroid dan tidak memerlukan perawatan. Adakalanya, suatu benjolan mungkin menjadi 'otonomi', yang berarti bahwa ia tidak merespon pada pengaturan pituitari via TSH dan memproduksi hormon-hormon tiroid dengan bebas. Ini menjadi lebih mungkin jika benjolan lebih besar dari 3 cm. Ketika ada suatu benjolan (nodule) tunggal yang memproduksi secara bebas hormon-hormon tiroid, itu disebut suatu functioning nodule. Jika ada lebih dari satu functioning nodule, istilah toxic multinodular goiter (gondokan) digunakan. Functioning nodules mungkin siap dideteksi dengan suatu thyroid scan.
Pemasukkan hormon-hormon tiroid yang berlebihan
Mengambil terlalu banyak obat hormon tiroid sebenarnya adalah sungguh umum. Dosis-dosis hormon-hormon tiroid yang berlebihan seringkali tidak terdeteksi disebabkan kurangnya follow-up dari pasien-pasien yang meminum obat tiroid mereka. Orang-orang lain mungkin menyalahgunakan obat dalam suatu usaha untuk mencapai tujuan-tujuan lain seperti menurunkan berat badan. Pasien-pasien ini dapat diidentifikasikan dengan mendapatkan suatu pengambilan yodium berlabel radioaktif yang rendah (radioiodine) pada suatu thyroid scan.
Pengeluaran abnormal dari TSH
Sebuah tmor didalam kelenjar pituitari mungkin menghasilkan suatu pengeluaran dari TSH (thyroid stimulating hormone) yang tingginya abnormal. Ini menjurus pada tanda yang berlebihan pada kelenjar tiroid untuk menghasilkan hormon-hormon tiroid. Kondisi ini adalah sangat jarang dan dapat dikaitkan dengan kelainan-kelainan lain dari kelenjar pituitari. Untuk mengidentifikasi kekacauan ini, seorang endocrinologist melakukan tes-tes terperinci untuk menilai pelepasan dari TSH.
Tiroiditis (peradangan dari tiroid)
Peradangan dari kelenjar tiroid mungkin terjadi setelah suatu penyakit virus (subacute thyroiditis). Kondisi ini berhubungan dengan suatu demam dan suatu sakit leher yang seringkali sakit pada waktu menelan. Kelenjar tiroid juga lunak jika disentuh. Mungkin ada sakit-sakit leher dan nyeri-nyeri yang disama ratakan. Peradangan kelenjar dengan suatu akumulasi sel-sel darah putih dikenal sebagai lymphocytes (lymphocytic thyroiditis) mungkin juga terjadi. Pada kedua kondisi-kondisi ini, peradangan meninggalkan kelenjar tiroid 'bocor', sehingga jumlah hormon tiroid yang masuk ke darah meningkat. Lymphocytic thyroiditis adalah paling umum setelah suatu kehamilan dan dapat sebenarnya terjadi pada sampai dengan 8 % dari wanita-wanita setelah melahirkan. Pada kasus-kasus ini,fase hipertiroid dapat berlangsung dari 4 sampai 12 minggu dan seringkali diikuti oleh suatu fase hipotiroid (hasil tiroid yang rendah) yang dapat berlangsung sampai 6 bulan. Mayoritas dari wanita-wanita yang terpengaruh kembali ke suatu keadaan fungsi tiroid yang normal. Tiroiditis dapat didiagnosis dengan suatu thyroid scan.
Pemasukkan Yodium yang berlebihan
Kelenjar tiroid menggunakan yodium untuk membuat hormon-hormon tiroid. Suatu kelebihan yodium dapat menyebabkan hipertiroid. Hipertiroid yang dipengaruhi/diinduksi oleh yodium biasanya terlihat pada pasien-pasien yang telah mempunyai kelenjar tiroid abnormal yang mendasarinya. Obat-obat tertentu, seperti amiodarone (Cordarone), yang digunakan dalam perawatan persoalan-persoalan jantung, mengandung suatu jumlah yodium yang besar dan mungkin berkaitan dengan kelainan-kelainan fungsi tiroid.
E. Gejala-Gejala Hipertiroid
Hipertiroid direkomendasikan oleh beberapa tanda-tanda dan gejala-gejala; bagaimanapun, pasien-pasien dengan penyakit yang ringan biasanya tidak mengalami gejala-gejala. Pada pasien-pasien yang lebih tua dari 70 tahun, tanda-tanda dan gejala-gejala yang khas mungkin juga tidak hadir. Pada umumnya, gejala-gejala menjadi lebih jelas ketika derajat hipertiroid meningkat. Gejala-gejala biasanya berkaitan dengan suatu peningkatan kecepatan metabolisme tubuh.
Gejala-gejala umum termasuk:
• Keringat berlebihan
• Pergerakan-pergerakan usus besar yang meningkat
• Gemetaran
• Kegelisahan; agitasi
• Denyut jantung yang cepat
• Kehilangan berat badan
• Kelelahan
• Konsentrasi yang berkurang
• Aliran menstrual yang tidak teratur dan sedikit
• Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap katekolamin
• Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas, intoleran terhadap panas, keringat berlebihan
• Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik)
• Peningkatan frekuensi buang air besar
• Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid
• Gangguan reproduksi
• Cepat letih
• Tanda bruit
• Haid sedikit dan tidak tetap
• Pembesaran kelenjar tiroid
• Apatis
• Mual, Muntah
• Kulit lembab
• Mata melotot, kedipan mata berkurang

Pada pasien-pasien yang lebih tua, irama-irama jantung yang tidak teratur dan gagal jantung dapat terjadi. Pada bentuk yang paling parahnya, hipertiroid yang tidak dirawat mungkin berakibat pada 'thyroid storm,' suatu kondisi yang melibatkan tekanan darah tinggi, demam, dan gagal jantung. Perubahan-perubahan mental, seperti kebingungan dan kegila-gilaan, juga mungkin terjadi.
F. Mendiagnosis Hipertiroid/Pemeriksaan Penunjang
Hipertiroid dapat dicurigai pada pasien-pasien dengan:
• gemetaran-gemetaran,
• keringat berlebihan,
• kulit yang seperti beludru halus,
• rambut halus,
• suatu denyut jantung yang cepat dan
• suatu pembesaran kelenjar tiroid.
Mungkin ada keadaan bengkak sekeliling mata-mata dan suatu tatapan yang karekteristik disebabkan oleh peninggian dari kelopak-kelopak mata bagian atas. Gejala-gejala yang lebih lanjut biasanya lebih mudah dideteksi, namun gejala-gejala awal, terutama pada orang-orang yang lebih tua, mungkin tidak cukup menyolok mata. Pada semua kasus-kasus, suatu tes darah diperlukan untuk mengkonfirmasi diagnosisnya.
Tingkat-tingkat darah dari hormon-hormon tiroid dapat diukur secara langsung dan biasanya meningkat dengan hipertiroid. Bagaimanapun, alat utama untuk mendeteksi hipertiroid adalah pengukuran tingkat darah TSH. Seperti disebutkan lebih awal, TSH dikeluakan oleh kelenjar pituitari. Jika suatu jumlah hormon tiroid yang berlebihan hadir, TSH diatur untuk turun dan tingkat TSH turun dalam suatu usaha untuk mengurangi produksi hormon tiroid. Jadi, pengukuran TSH harus berakibat pada tingkat-tingkat yang rendah atau tidak terdeteksi pada kasus-kasus hipertiroid. Bagaimanapun, ada satu pengecualian. Jika jumlah hormon tiorid yang berlebihan disebabkan oleh suatu tumor pituitari yang mengeluarkan TSH, maka tingkat-tingkat TSH akan menjadi tingginya tidak normal. Penyakit tidak umum ini dikenal sebagai 'hipertiroid sekunder'.
Meskipun tes-tes darah yang disebutkan sebelumnya dapat mengkonfirmasi kehadiran dari hormon tiroid yang berlebihan, mereka tidak menunjuk pada suatu penyebab spesifik. Jika ada kelibatan yang jelas dari mata-mata, suatu diagnosis dari penyakit Graves adalah hampir pasti. Suatu kombinasi dari screening antibodi (untuk penyakit Graves) dan suatu thyroid scan menggunakan yodium yang dilabel radioaktif (yang berkonsentrasi pada kelenjar tiroid) dapat membantu mendiagnosis penyakit tiroid yang mendasarinya. Investigasi-investigasi ini dipilih atas dasar kasus per kasus.
Pemeriksaan Penunjang :
Tes ambilan RAI: meningkat pada penyakit graves dan toksik goiter noduler, menurun pada tiriditis
T3 dan T4 serum : meningkat
T3 dan T4 bebas serum : meningkat
TSH: tertekan dan tidak berespon pada TRH ( tiroid releasing hormon)
Tiroglobulin : meningkat
Stimulasi tiroid 131 : dikatakan hipertiroid jika TRH daritidak ada sampai meningkat setelah pemberian TRH
Ambilan tiroid 131 : meningkat
Ikatan protein sodium : meningkat
Gula darah : meningkat ( kerusakan adrenal)
Kortisol plasma : turun ( menurunnya pengeluaran oleh adrenal)
Pemerksaan fungsi hepar : abnormal
Elektrolit : hponatremi akibat respon adrenal atau efe delusi terapi cairan, hipokalemia akibat dari deuresis dan kehilangan dari GI
Kateklamin serum : menurun
kreatinin urin : meningkat
EKG : fibrilasi atrium, waktu sistolik memendek kardiomegali
G. Penatalaksanaan
Pilihan-pilihan penatalaksanaan untuk merawat hipertiroid termasuk:
• Merawat gejala-gejala
• Obat-obat anti-tiroid
• Yodium ber-radioaktif
• Merawat gejala-gejala secara operasi
Merawat gejala-gejala
Ada tersedia obat-obat untuk merawat segera gejala-gejala yang disebabkan oleh kelebihan hormon-hormon tiroid, seperti suatu denyut jantung yang cepat. Satu dari golongan-golongan utama obat-obat yang digunakan untuk merawat gejala-gejala ini adalah beta-blockers [contohnya, propranolol (Inderal), atenolol (Tenormin), metoprolol (Lopressor)]. Obat-obat ini menetralkan/meniadakan efek-efek dari hormon tiroid untuk meningkatkan metabolisme, namun mereka tidak merubah tingkat-tingkat hormon-hormon tiroid dalam darah. Seorang dokter menentukan pasien-pasien mana yang dirawat berdasarkan pada sejumlah faktor-faktor tak tetap (variables) termasuk penyebab yang mendasari hipertiroid, umur pasien, ukuran kelenjar tiroid, dan kehadiran dari penyakit-penyakit medis yang ada bersamaan.
Obat-obat Anti-Tiroid
Pengobatan jangka panjang dengan obat-obat antitiroid seperti propiltiourasil atau metimazol yang diberikan paling sedikit selama satu tahun. Obat – obat ini menghambat sintesis dan pelepasan tiroksin. methimazole (Tapazole) dan propylthiouracil ( PTU). adalah obat-obat yang berakumulasi di jaringan tiroid dan menghalangi produksi hormon-hormon tiroid. PTU juga menghalangi konversi dari hormon T4 ke hormon T3 yang secara metabolisme lebih aktif. Risiko utama dari obat-obat ini adalah penekanan sekali-kali dari produksi sel-sel darah putih oleh sumsum tulang (agranulocytosis). Sel-sel putih diperlukan untuk melawan infeksi. Adalah tidak mungkin untuk memberitahukan jika dan kapan efek sampingan ini akan terjadi, jadi penentuan sel-sel darah putih dalam darah secara teratur adalah tidak bermanfaat.
Adalah penting untuk pasien-pasien mengetahui bahwa jika mereka mengembangkan suatu demam, suatu sakit tenggorokan, atau tanda-tanda apa saja dari infeksi ketika meminum methimazole atau propylthiouracil, mereka harus segera mengunjungi seorang dokter. Ketika ada suatu kekhwatiran, risiko sebenarnya dari mengembangkan agranulocytosis adalah lebih kecil dari 1%. Pada umumnya, pasien-pasien harus ditemui oleh dokter pada interval-interval bulanan selama meminum obat-obat antitiroid. Dosis disesuaikan untuk mempertahankan pasien sedekat mungkin pada suatu keadaan tiroid yang normal (euthyroid). Sekali dosis stabil, pasien-pasien dapat ditemui pada interval-interval tiga bulan jika terapi jangka panjang direncanakan.
Biasanya, terapi antitiroid jangka panjang hanya digunakan untuk pasien-pasien dengan penyakit Graves, karena penyakit ini mungkin sebenarnya sembuh dibawah perawatan tanpa memerlukan radiasi tiroid atau operasi. Jika dirawat dari satu sampai dua tahun, data menunjukkan angka-angka kesembuhan dari 40%-70%. Ketika penyakitnya sembuh, kelenjarnya tidak lagi aktif berlebihan, dan obat antitiroid tidak diperlukan.
Studi-studi akhir-akhir ini telah menunjukkan bahwa menambah suatu pil hormon tiroid pada obat antitiroid sebenarnya berakibat pada angka-angka kesembuhan yang lebih tinggi. Dasar pemikiran untuk ini mungkin adalah bahwa dengan menyediakan suatu sumber luar untuk hormon tiroid, dosis-dosis obat-obat antitiroid yang lebih tinggi dapat diberikan, yang mungkin menekan sistim imun yang aktif berlebihan pada orang-orang dengan penyakit Graves. Tipe terapi ini tetap kontroversiil (tetap diperdebatkan), bagaimanapun. Ketika terapi jangka panjang ditarik, pasien-pasien harus terus menerus ditemui oleh dokter setiap tiga bulan untuk tahun pertama, karena suatu kekambuhan dari penyakit Graves adalah mungkin dalam waktu periode ini. Jika seorang pasien kambuh, terapi obat antitiroid dapat dimulai kembali, atau yodium ber-radioaktif atau operasi mungkin dipertimbangkan.
Yodium ber-radioaktif
Yodium ber-radioaktif diberikan secara oral (melalui mulut, dengan pil atau cairan) pada suatu dasar satu kali untuk mengablasi (ablate) suatu kelenjar yang hiperaktif. Yodium yang diberikan untuk perawatan ablasi (ablative treatment) adalah berbeda dengan yodium yang digunakan pada suatu scan. Untuk perawatan, isotope yodium 131 digunakan, dimana untuk suatu scan rutin, yodium 123 digunakan. Yodium ber-radioaktif diberikan setelah suatu scan yodium rutin, dan pengambilan yodium ditentukan untuk mengkonfirmasi hipertiroid. Yodium ber-radioaktif diambil oleh sel-sel aktif dalam tiroid dan menghancurkan mereka. Karena yodium diambil hanya oleh sel-sel tiroid, penghancuran hanya lokal, dan tidak ada efek-efek sampingan yang menyebar luas dengan terapi ini.
Ablasi (ablation) yodium ber-radioaktif telah digunakan dengan aman untuk lebih dari 50 tahun, dan penyebab-penyebab utama untuk tidak menggunakannya hanya adalah kehamilan dan menyusui. Bentuk dari terapi ini adalah pilihan perawatan untuk kekambuhan penyakit Graves, pasien-pasien dengan kelibatan penyakit jantung yang parah, mereka yang dengan multinodular goiter atau toxic adenomas, dan pasien-pasien yang tidak dapat mentoleransi obat-obat antitiroid. Yodium ber-radioaktif harus digunakan dengan hati-hati pada pasien-pasien dengan penyakit Graves yang berkaitan dengan mata karena studi-studi akhir-akhir ini telah menunjukkan bahwa penyakit mata mungkin memburuk setelah terapi. Jika seorang wanita memilih untuk hamil setelah ablation, adalah direkomendasikan ia menunggu 8-12 bulan setelah perawatan sebelum hamil.
Pada umumnya, lebih dari 80% dari pasien-pasien disembuhkan dengan suatu dosis tunggal yodium ber-radioaktif. Itu memakan waktu antara 8 sampai 12 minggu untuk tiroid menjadi normal setelah terapi. Hipotiroid adalah komplikasi utama dari bentuk perawatan ini. Ketika suatu keadaan hipotiroid yang sementara mungkin terlihat sampai dengan enam bulan setelah perawatan dengan yodium ber-radioaktif, jika ia menetap dengan gigi lebih lama dari enam bulan, terapi penggantian tiroid (dengan T4 atau T3) biasanya dimulai.
Operasi
Pembedahan tiroideksomi sub total sesudah terapi propiltiourasil prabedah. Operasi untuk mengangkat sebagian dari kelenjar tiroid (partial thyroidectomy) pernah sekali waktu dahulu adalah suatu bentuk yang umum perawatan hipertiroid. Tujuannya adalah untuk mengangkat jaringan tiroid yang memproduksi hormon tiroid yang berlebihan. Bagaimanapun, jika terlalu banyak jaringan yang diangkat, suatu produksi hormon tiroid yang tidak memadai (hipotiroid) mungkin berakibat. Pada kasus ini, terapi penggantian tiroid dimulai. Komplikasi utama dari operasi adalah gangguan/kekacauan dari jaringan sekitarnya, termasuk syaraf-syaraf yang menyediakan pita-pita suara (vocal cords) dan empat kelenjar-kelenjar kecil pada leher yang mengatur tingkat-tingkat kalsium dalm tubuh (kelenjar-kelenjar paratiroid). Pengangkatan kelenjar-kelenjar ini yang secara kebetulan mungkin berakibat pada tingkat-tingkat kalsium yang rendah dan memerlukan terapi penggantian kalsium.
Dengan perkenalan dari terapi yodium radioaktif dan obat-obat antitiroid, operasi untuk hipertiroid adalah tidak seumum seperti sebelumnya. Operasi adalah memadai untuk:
• pasien-pasien hamil dan anak-anak yang mempunyai reaksi-reaksi utama yang kurang baik terhadap obat-obat antitiroid.
• pasien-pasien dengan kelenjar-kelenjar tiroid yang sangat besar dan pada mereka yang mempunyai gejala-gejala yang bersumber dari penekanan dari jaringan-jaringan yang berdekatan pada tiroid, seperti kesulitan menelan, keparauan suara, dan sesak napas.
H. Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis
tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien
hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada
pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam
jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia
(sampai 106 oF), dan, apabila tidak diobati, kematian
Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi
karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid. Krisis tiroid: mortalitas. Selain itu komplikasi lain yng mungkin bisa terjadi adalah frktur dan gagal gijal kronis

I. Asuhan Keperawatan Hipertiroid
Pengkajian
1. Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif: Insomnia, sensitivitas meningkat,Otot lemah, gangguan koordinasi, Kelelahan berat
Data obyektif: Atrofi otot
2. Sirkulasi
Data Subyektif:
Palpitasi,Nyeri dada
Data obyektif: Disritmia (fibrilasi atrium), irama galop, murmur, Peningkatan tekanan darah, takikardi saat istirahat, Sirkulasi kolaps
3. Integritas ego
Data Subyektif: Mengalami stress yang berat baik emosional maupun fisik
Data obyektif: Emosi labil (euforia sampai delirium), depresi
4. Eliminasi
Data Subyektif: Urin dalam jumlah banyak, Perubahan dalam feses : diare
5. Makan/ minum
Data Subyektif:
Kehilangan BB yang mendadak
Nafsu makan meningkat, makan banyak, makan sering, kehausan. Mual muntah
Data obyektif:
Pembesaran tiroid, goiter
Edema non pitting terutama daerah pretibial

6. Sensori neural
Data obyektif:
Bicara cepat dan parau
Ganggguan status mental dan perilaku seperti bingung, disorentai, gelisah, peka rangsang, delirium, sikosis, stupor,koma
Tremor halus pada tanan, tanpa tujuan, beberapa bagian tersentak-sentak
Hiperaktif reflekstenon dalam (RTD)
7. Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif: Nyeri orbital, fotofobia
8. Respirasi
Tanda:
Frekuensi pernapasan meningkat, takipnea
Dispnea
9. Keamanan
Data subyektif:
- Tidak toleransi terhadap panas, keringat berlebihan
- Alergi terhadapiodium 9 mungkin digunakan pada pemeriksaan)
Data obyektif: Suhu meningkat diatas 37,4 C, diaforesis, Kulit : halus, hangat dan kemerahan, rambut tipis, mengkilat dan lurus. Eksoptalmus: retraksi, iritas pada kinjungtiva dan berair. Pruritus, lesi eritema ( sering terjadi pada pretibial yang menjadi sangat parah
10. Seksualitas
Data obyektif;
Penurunan libido, hipomenorea, amenorea dan impoten
11. Penyuluhan/ pembelajaran
Subjektif Data :
Riwayat keluarga yang mengalami masalah tiroid
Riwayat hipotiroidis, terapi hormontiroid atau pengobatan antitiroid, dihentikan terhadap pengobatan antitiroid, dilakukan pembedahan tiroidektomi sebagian
riwayat pemberian insulin yang menyebabkan hipoglikemia, gangguan jantung trauma, pemeriksaan rontgen dengan zat kontras

Diagnosa Keperawatan
1. Penurunan curah jantung b.d hipertiroid tidak terkontrol,hipermetabolisme, peningkatan beban kerja jantung
Tujuan Pasien / criteria evaluasi ;
mempertahankan curah jantung yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh yang ditandai dengan TTV stabil, denyut nadi perifer normal, pengisian kapiler normal, status mental baik,tidak ada disritmia
Intervensi :
Independen
Pantau TTV. Perhatikan besarnya tekanan nadi
Periksa /teliti kemungkinan nyeri dada yang dikeluhkan pasien
Kaji nadi/denyut jantung saat pasien tidur
Auskultasi suara jantung, perhatikan adanya bunyi jantung tambahan, adanyairamagallop dan murmur sistolik
Pantau EKG, catat atau perhatikan kecepatan atu irama jantung dan adanya disritmia
Observasi tanda dan gejala kehausan yang hebat, mukosa membran kering, nadilemah, pengisian kaapiler lambat, penurunan produksi urin dan hipotensi
Catat adnya riwayat asma/bronkokontriksi, kehamilan,sinus bradikardi/blok jantung yang berlanjut menjadi gagal jantung
Kolaborasi
Berikan cairan melalui IV sesuai indikasi
Berikan obat sesuai dengan indkasi:
Penyekat beta seperti: propanolol (inderal0, atenolol (tenormin), nadolol (corgard)
Hormon tirid antagonis seperti propiltirourasil (PTU), metimazol (tapazole)
Natriun iodida (lugol) atau saturasi kalium iodida
RAI (131 InaL atau 125 InaL)
Kortikosteroid
Digoksin
Furosemid
Asetaminofen
Relaksan otot
Pantau hasil pemeriksaan lab : kalium serum, kalsium serum,kultur sputum
- Lakukan pemantauan EKG secara teratur
- Berikan oksigen sesuai indikasi
- Siapkan untuk pembedahan

2. Kelelahan b.d hipermetabolik dengan peningkatan kebutuhan energi,peka rangsang dari saraf sehubungan dengan gangguan kimia tubuh
Dibuktikan oleh :
Mengungkapkan sangat kurang kekurangan energi untuk mempertahankan utinitas umum, penurunan penampilan
Labilias/pekarangsang emsional, gugup, tegang
Perilaku gelisah
Kerusakan kemampuan untuk konsentrasi
Tujuan Pasien / criteria evaluasi ;
Menungkapkan secara verbal tentang peningkatan energi
Menunjukkkan perbaikan kemampuan untuk berpartisipasi dalam melakukan aktivits
Intervensi
Independen
Pantau TTV sebelum dan sesudah aktivitas
Catat perkembangan takipnea, dispnea, pucat dan sianosis
Ciptakan lingkungan yang tenang, ruangan yang dingin, turunkan stimulasi sensori, warna-warna yang sejuk dan situasi yang tenang
Sarankan pasien untuk mengurangi aktivitas dan meningkatkan istirahat ditempat tidur jika memungkinkan
Berikan tindakan yang membuat pasien nyaman seperti masage/sentuhan, bedak yang sejuk
Memberikan aktivits pengganti yang nyaman seperti membaca, mendengarkan radio
Hindari membicarakan topik yang menjengkelkan atau yang mengancam pasien. Diskusikan cara untuk berspon terhadap perasaan tersebut
Diskusikan dengan orang dekat tentang keadaan kelelahan dan emosi yang tidak stabil
Kolaborasi
Berikan obat sesuai indikasi sseperti sedatif : fenobarbital (luminal)
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b.d peningkatanmetaboisme ( peningkatan nafsu makan/pemasukan dengan penururunan BB)
Tujuan pasien / criteria evaluasi
Menunjukkkan BB yang stabil disertai dengan nilai laboratorium yang normal dan terbebas dari tanda-tanda malnutrisi
Intervensi
Independen
Auskultasi bising usus
Catat dan laporkan adanyaanoreksia, kelemahan umum/nyei,nyeri abdomen, munculnya mual-muntah
Pantau masukan makanan setiap hari. Dan timbang bb setipa hari serta laporkan adanya penurunan BB
Dorong pasien untuk makandan meningkatkan jumlah makan dan juga makanan kecil dengan menggunakan makanan tinggi kalori yang mudah dicerna
Hindari pemberian makananyang dapat meningkatkan peristaltik usus (eh, kopi dan makanan berserat lainnya ) dan cairan yang menyebabkan diare
Bicara dengan nada normal
Kolaborasi :
Konsul dengan ahli gizi untuk memberikan diet tinggi kalori, protein, karbohidart dan vitamin
Berikan obat dengan indikasi:
a. glukosa,vit B kompleks
b. Insulin (dengan dosis kecil)
4. Kerusaka integritas jaringan mata b.d perubahan mekanisme perlindungan dari mata
Tujuan / criteria hasil :
Dapat mempertahakan kelembaban membran mukosa mata, terbebas dari ulkus
Mampu mengidentifikasi tindakan untuk memberkanperlindungan pada mata dan pencegahan komplikasi
Intervensi
Independen
Observasi edema peiorbital, gangguan penutupan kelopakmata. Lapang pandang penglihatan yang sempit, air ata yang berlebihan. Catat adanya fotofobia, rasa adanya benda diluar mata dan nyeri pada mata
Evaluasi ketajaman mata, laporkan adanya pandangan yang kabur atau pandangan ganda( diplopia)
Anjurkan pasien menggunakan kaca mata gelap ketika bangaundan tutup dengan peneutup mata selamatidur sesuai kebutuhan
Bagian kepala tempat tidur ditinggikan dan batasi pemasukan garam jika ada indikasi
Berikan kesempatan pasian untuk mendiskusokan perasaaan tentang perubahanganbaran atau betuk tubuh untuk meningkatkan gambanran tubuh
Instruksikan agar pasien melatih otot mata ekstraokular jika memungkinkan
Kolaborasi
berikan obat sesuai indikasi
a. obat tetes mata metilselulosa
b. ACTH, prednison
c. Obat antitiroid
d. Diuretik
Siapkan pembedahan
5. Cemas b.d faktor fisiologis, status hipermetabolik (stimulasi SSP), efek pseudokatekolamin dari hormon tiroid
Ditandai dengan :
Peningkatan perasaan kuatir, gemetar, hilang konrol, panik, perubahan kognitif, distosi rangsanglingkungan
Gerakan ekstra, gelisah, tremor
Kriteria hasil:
Tampak rileks
Melapokan ansietasberkurang sampai tingkat dapt dilatasi
Mampu mengidentifikasi cara hidup yang sehat untuk membagikan perasaannya
Intervensi:
Mandiri
Observasi tingkah laku pasien yang menunjukkan tingkat ansietas
Pantau respon fisik, papitsi, gerakan yang berulang-ulang, hiperventilasidan insomnia
Tinggal bersama pasien, mempertahankan sikap yang teang. Mngakui atau menjawab kekuatiran dan mengijinkan perilaku pasien yang umum
Jelaskan prosedur, lingkungan sekelilmn atau suara yang mungkindidengar oleh pasien
Bicara yang singkat dengan kata yang sederhana
Kurangi stimulasidari luar. Tempatkan pada ruangan yang tenang, berikan kelembutan, kurangi lampu yang terang, kurangi jumlah orang yang berkunjuang
Diskusikan dengan pasien aau orang yang terdekat penyebab emosional yang labil/reaksi psikotik
Tekankan harapan bahwa pengendalian emosi itu harus tetap diberikan sesuai denagan perkembangan terapi obat
Kolaborasi;
Berikan obat antiansietas
Rujukpada sistem penyokong sesuai dengan kebutuhan seperti konseling, ahli agama dan pelayanan sosial
6. Perubahan prossespikir b.d perubahan fisiologis, peningkatan stimulasi SSP/mempercepat aktivitas mental
Kriteria hasil:
Mempertahankan orientasi realita umumya
Mengenali perubahan dalam berpikir/perilaku dan faktor penyebab
Intervensi:
Kaji proses pikir pasienseperti memori, rentang perhatian, orientasi terhadap tempat, waktu atauorang
Catat adanya perubahan tingkahlaku
Hadirkan pada realita secara terusmenerus dansecara gamblang tanpa melawan pikiran yang tidak logis
Memberikan tindakan yang aman seperti bantalan pada enghalang tempat tidur, pengikatan yang lembutsupervisi yang ketat
Anjurkan keluarga atau orang dekat lainnnya untuk mengunjungi paisen. Memberikan dukungan dengan kebutuhan
Kolaborasi
Pemberian sedatif ssesuai indikasi
7. Kurang pengetahuan mengenai kondisi, prognosis dan kebutuhan pengobatan
Ditandai dengan:
Pertanyaan, meminta informasi
Kriteria evaluasi:
Pasien mengerti tentang proses penyakit dan pengobatannya
Mengidentifikasi hubungan antara tanda dan gejalapada prosses penyakit dan hubungan gejala dengan faktor penyebabnya
Intervensi;
Berikan informasi yang tepat dengan keadaan individu
Berikan informasi tanda dan gejala dari hipertiroid
Diskusikan mengenai terapi obat termasuk ketaatan terhadap pengobatan dan tujuan terapi
Tinjau kebutuhan diiit makanan dan tinjau ulang mengenai nutrisi . Mdnghindari kopi, makanan pengawet dan makanan pewarna
Kolaborasi:
Pemberian anti emetikdengan jadwal reguler
Vitamin A,D,E dan B6
Rujuk ahli diit
Pasang /pertahankan slang NGT untuk pemberian makanan enteral

DAFTAR PUSTAKA
Ganong, Fisiologi Kedokteran, EGC,Jakarta, 1997
Guyton dan Hall. Isiologi Kedokteran (Edisi 9),EGC, Jakarta 1997
Hudak & Gallo, Keperawatan Kritis: Pendekaatan Holistik, Edisi 6, Volume II, Jakarta, EGC,1996
Long C, Barbara, Perawatan Medikal Bedah, Jilid 3, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000
Price A, Sylvia dan Wilson M, Lorraine, Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku II, Jakarta, EGC,1995
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jilid 3, Jakarta, EGC ,2002
lihat artikel selengkapnya - Hipertiroid
------------------------------

Diabetik Mellitus & Gangren Diabetik

Diabetik Mellitus & Gangren Diabetik

Diabetik Mellitus
2.3.1 Pengertian
Diabetes Mellitus adalah penyakit metabolik ( kebanyakan herediter ) sebagai akibat dari kurangnya efektif insulin ( pada DM-Tipe 2 ) atau insulin absolut ( pada DM-Tipe 1 ) di dalam tubuh, dengan tanda tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan gejala klinik acut ( poliuria, polidipsia, penurunan berat badan ), dan atupun gejala kronik atau kadang-kadang tanpa gejala ; gangguan primer terletak pada metabolisme karbohidrat, dan sekunder pada metabolisme lemak dan protein ( Tjokroprawiro A, 1998 : hal 5 )

Klasifikasi Diabetes mellitus
Menurut Tjokroprawiro A, 1998, hal : 8 bahwa, klasifikasi Diabete Mellitus sebagai berikut :
DM Tipe 1
Destruksi sel beta, umumnya menjurus ke defisiensi insulin absolut
DM Tipe 2
Bervariasi mulai yang terutama dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif sampai yang terutama defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.
DM Tipe Lain
1). Defek genetik sel beta
2). Defek genetik kerja insulin
3). Penyakit eksokrin pankreas
4). Endokrinopati
5). Karena obat / zat kimia
6). Infeksi
7). Imunologi
8). Syndrom genetik lain yang berkaitan dengan DM
Diabetes mellitus Gestasional ( DMG )

Faktor-faktor resiko tinggi untuk DM
Menurut Tjokroprawiro A, 1998, hal : 11. Faktor resiko tinggi untuk DM adalah :
Kelompok usia dewasa tua ( > 45 tahun )
Kegemukan
Tekanan darah tinggi ( > 140 / 90 mmHg )
Riwayat keluarga DM
Riwayat kehamilan dengan berat badan lahir bayi > 4000 gram
Riwayat DM pada kehamilan
Dislipidemia ( HDL <> 250 mg/dl )
Pernah TGT atau Glukosa Darah Puasa Terganggu ( GDPT )

Gejala klinik Diabetes Mellitus
Gejala klinik Dm adalah : " Trias Sindrom Diabetik Acut " yaitu : polidisi, poliuri dan berat badan menurun, dan gejala kronis yang sering terjadi adalah lemah badan, kesemutan, penurunan kemampuan seksual, gangguan penglihatan yang sering berubah, kaku otot, kaku sendi dan lain-lain ( Tjokroprawiro A, 1998 hal : 16 )

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan dasar terapi DM " Pentalogi Terapi DM " menurut Tjokroprawiri A, 1998 hal : 22 sebagai berikut :
Diet
Latihan fisik
Penyuluhan Kesehatan Masyarakat ( PKM )
Obat hipoglikemia ( OHO dan Insulin )
Cangkok Pankreas

2.4 Gangren Diabetik
2.4.1 Pengertian
Gangren atau pemakan luka didefinisikan sebagaii jaringan nekrosis atau jaringan mati yang disebabkan oleh adanya emboli pembuluh darah besar arteri pada bagian tubuh sehingga suplai darah terhenti. Dapat terjadi sebagai akibat proses inflamasi yang memanjang; perlukaan (digigit serangga, kecelakaan kerja atau terbakar); proses degeneratif (arteriosklerosis) atau gangguan metabolik diabetes mellitus (Tabber, dikutip Gitarja, 1999, hal. 13).
Ganggren diabetik adalah nekrosis jaringan pada bagian tubuh perifer akibat penyakit diabetes mellitus. Biasanya gangren tersebut terjadi pada daerah tungkai. Keadaan ini ditandai dengan pertukaran sekulitis dan timbulnya vesikula atau bula yang hemoragik kuman yang biasa menginfeksi pada gangren diabetik adalah streptococcus (Soeatmaji, 1999, hal. 687).

2.4.2 Faktor resiko terjadinya gangren diabetik
Berbagai faktor resiko yang dapat mempengaruhi timbulnya gangren diabetik adalah neuropati, iskemia, dan infeksi. (Sutjahyo A, 1998; hal. 3)
Iskemia disebabkan karena adanya penurunan aliran darah ke tungkai akibat makroangiopati ( aterosklerosis ) dari pembuluh darah besar di tungkai terutama pembuluh darah di daerah betis. Angka kejadian gangguan pembuluh darah perifer lebih besar pada diabetes millitus dibandingkan dengan yang bukan diabetes millitus. Menurut Ari Sutjahjo (1998; hal. 3) hal ini disebabkan karena beberapa faktor. Resiko lebih banyak dijumpai pada diabetes mellitus sehingga memperburuk fungsi endotel yang berperan terhadap terjadinya proses atherosklerosis. Kerusakan endotel ini merangsang agregasi platelet dan timbul trombosis, selanjutnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah dan timbul hipoksia. Ischemia atau gangren pada kaki diabetik dapat terjadi akibat dari atherosklerosis yang disertai trombosis, pembentukan mikro trombin akibat infeksi, kolesterol emboli yang bersal dari plak atheromatous dan obat-obat vasopressor. Gambaran klinik yang tampak adalah penderita mengeluh nyeri tungkai bawah waktu istirahat, kesemutan, cepat lelah, pada perabaan terasa dingin, pulsasi pembuluh darah kurang kuat dan didapatkan ulkus atau gangren.
Adanya neurophaty perifer akan menyebabkan gangguan sensorik maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilangnya atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga penderita akan mengalami trauma tanpa terasa, yang mengakibatkan terjadinya atropi pada otot kaki sehingga merubah titik tumpu yang mengakibatkan pula terjadinya ulkus pada kaki. Ulkus yang terjadi pada kaki diabetik umumnya diakibatkan karena trauma ringan, ulkus ini timbul didaerah-daerah yang sering mendapat tekanan atau trauma pada telapak kaki, hal ini paling sering terjadi, didaerah sendi metatarsofalangeal satu dan lima didaerah ibu jari kaki dan didaerah tumit. Mula-mula inti penebalan hiper keratotik dikulit telapak kaki, kemudian penebalan tersebut mengalami trauma disertai dengan infeksi sekunder. Ulkus terjadi makin lama makin dalam mencapai daerah subkutis dan tampak sebagaii sinus atau kerucut bahkan sampai ketulang.
Infeksi sendiri jarang merupakan faktor tunggal untuk terjadinya gangren. Infeksi lebih sering merupakan komplikasi yang menyertai gangren akibat ischemia dan neuropathy. Ulkus berbentuk bullae, biasanya berdiameter lebih dari satu sentimeter dan terisi masa, sisa-sisa jaringan tanduk, lemak pus dan krusta diatas dasar granulomatous. Ulkus berjalan progresif secara kronik, tidak terasa nyeri tetapi kadang-kadang ada rasa sakit yang berasal dari struktur jaringan yang lebih dalam atau lebih luar dari luka. Bila krusta dan produk-produk ulkus dibersihkan maka tampak ulkus yang dalam seperti kerucut, ulkus ini dapat lebih progresif bila tidak diobati dan dapat terjadi periostitis atau osteomyelitis oleh infeksi sekunder akibatnya timbul osteoporosis, osteolisis dan destruktif tulang.

2.4.3 Gejala Umum
Penderita dengan gangren diabetik, sebelum terjadi luka keluhan yang timbul adalah berupa kesemutan atau kram, rasa lemah dan baal pada tungkai dan nyeri pada waktu istirahat. Akibat dari keluhan ini, maka apabila penderita mengalami trauma atau luka kecil hal tersebut tidak dirasakan. Luka tersebut biasanya disebabkan karena penderita tertusuk atau terinjak paku kemudian timbul gelembung-gelembung pada telapak kaki. Kadang menjalar sampai punggung kaki dimana tidak menimbulkan rasa nyeri, sehingga bahayanya mudah terjadi infeksi pada gelembung tersebut dan akan menjalar dengan cepat (Sutjahyo A, 1998, hal : 7 ). Apabila luka tersebut tidak sembuh-sembuh, bahkan bertambah luas baru penderita menyadari dan mencari pengobatan. Biasanya gejala yang menyertai adalah kemerahan yang makin meluas, rasa nyeri makin meningkat, panas badan dan adanya nanah yang makin banyak serta adanya bau yang makin tajam.

2.4.4 Pengobatan dan perawatan
Pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus dilakukan pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement yang akan dilakukan. Dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik ada beberapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain :
Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
Optimalisasi suanana lingkungan luka dalam kondisi lembab
Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, kontrol DM, kontrol faktor penyerta)
Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
Perawatan luka diabetik
Mencuci luka
Mencuci luka merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjaadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan yang digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan luka. Cairan yang terbaik dan teraman untuk mencuci luka adalah yang non toksik pada proses penyembuhan luka (misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida, hypoclorite solution dan beberapa cairan debridement lainnya, sebaliknya hanya digunakan pada jaringan nekrosis / slough dan tidak digunakan pada jaringan granulasi. Cairan antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya digunakan saat luka terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan imunitas, yang kemudian dilakukan pembilasan kembali dengan saline. (Gitarja, 1999; hal. 15).

Debridement
Debridement adalah pembuangan jaringan nekrosis atau slough pada luka. Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis, karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya peningkatan jumlah bakteri. Setelah debridement, jumlah bakteri akan menurun dengan sendirinya yang diikuti dengan kemampuan tubuh secara efektif melawan infeksi. Secara alami dalam keadaan lembab tubuh akan membuang sendiri jaringan nekrosis atau slough yang menempel pada luka (peristiwa autolysis). Autolysis adalah peristiwa pecahnya atau rusaknya jaringan nekrotik oleh leukosit dan enzim lyzomatik. Debridement dengan sistem autolysis dengan menggunakan occlusive dressing merupakan cara teraman dilakukan pada klien dengan luka diabetik. Terutama untuk menghindari resiko infeksi. (Gitarja W, 1999; hal. 16).

Terapi Antibiotika
Pemberian antibiotika biasanya diberikan peroral yang bersifat menghambat kuman gram positip dan gram negatip. Apabila tidak dijumpai perbaikan pada luka tersebut, maka terapi antibiotika dapat diberikan perparenteral yang sesuai dengan kepekaan kuman. (Sutjahyo A, 1998; hal. 8).

Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam penyembuhan luka. Penderita dengan ganren diabetik biasanya diberikan diet B1 dengan nilai gizi : yaitu 60% kalori karbohidrat, 20% kalori lemak, 20% kalori protein. (Tjokroprawiro, A, 1998; hal. 26).

Pemilihan jenis balutan
Tujuan pemilihan jenis balutan adalah memilih jenis balutan yang dapat mempertahankan suasana lingkungan luka dalam keadaan lembab, mempercepat proses penyembuhan hingga 50%, absorbsi eksudat / cairan luka yanag keluar berlebihan, membuang jaringan nekrosis / slough (support autolysis ), kontrol terhadap infeksi / terhindar dari kontaminasi, nyaman digunakan dan menurunkan rasa sakit saat mengganti balutan dan menurunkan jumlah biaya dan waktu perawatan (cost effektive). Jenis balutan: absorbent dressing, hydroactive gel, hydrocoloid. (Gitarja, 1999; hal. 16).
Selain pengobatan dan perawatan diatas, perlu juga pemeriksaan Hb dan albumin minimal satu minggu sekali, karena adanya anemia dan hipoalbumin akan sangat berpengaruh dalam penyembuhan luka. Diusahakan agar Hb lebih 12 g/dl dan albumin darah dipertahankan lebih 3,5 g/dl. Dan perlu juga dilakukan monitor glukosa darah secara ketat, Karena bila didapatkan peningkatan glukosa darah yang sulit dikendalikan, ini merupakan salah satu tanda memburuknya infeksi yang ada sehingga luka sukar sembuh.
Untuk mencegah timbulnya gangren diabetik dibutuhkan kerja sama antara dokter, perawat dan penderita sehingga tindakan pencegahan, deteksi dini beserta terapi yang rasional bisa dilaksanakan dengan harapan biaya yang besar, morbiditas penderita gangren dapat ditekan serendah-rendahnya. Upaya untuk pencegahan dapat dilakukan dengan cara penyuluhan dimana masing-masing profesi mempunyai peranan yang saling menunjang.
Dalam memberikan penyuluhan pada penderita ada beberapa petunjuk perawatan kaki diabetik (Sutjahyo A, 1998; hal. 8):
Gunakan sepatu yang pas dan kaos kaki yang bersih setiap saat berjalan dan jangan bertelanjang kaki bila berjalan
Cucilah kaki setiap hari dan keringkan dengan baik serta memberikan perhatian khusus pada daerah sela-sela jari kaki
Janganlah mengobati sendiri apabila terdapat kalus, tonjolan kaki atau jamur pada kuku kaki
Suhu air yang digunakan untuk mecuci kaki antara 29,5 – 30 derajat celsius dan diukur dulu dengan termometer
Janganlah menggunakan alat pemanas atau botol diisi air panas
Langkah-langkah yang membantu meningkatkan sirkulasi pada ekstremitas bawah yang harus dilakukan, yaitu :
Hindari kebiasaan merokok
Hindari bertumpang kaki duduk
Lindungi kaki dari kedinginan
Hindari merendam kaki dalam air dingin
Gunakan kaos kaki atau stoking yang tidak menyebabkan tekanan pada tungkai atau daerah tertentu
Periksalah kaki setiap hari dan laporkan bila terdapat luka, bullae kemerahan atau tanda-tanda radang, sehingga segera dilakukan tindakan awal
Jika kulit kaki kering gunakan pelembab atau cream

lihat artikel selengkapnya - Diabetik Mellitus & Gangren Diabetik
------------------------------

KOTAK PENCARIAN:

blog ini berisi ribuan artikel kesehatan, askep, askeb, KTI, silahkan pakai kolom pencarian berikut: