Related Post

blog ini berisi ribuan artikel kesehatan, askep, askeb, KTI, silahkan pakai kolom pencarian berikut:
Showing posts with label Mikrobiologi. Show all posts
Showing posts with label Mikrobiologi. Show all posts

PLASMODIUM FALCIPARUM

PLASMODIUM FALCIPARUM

Adalah ilmu yang mempelajari jasad-jasad yang hidup untuk sementara atau tetap di dalam atau pada permukaan jasad lain dengan maksud untuk mengambil makanan sebagian atau seluruhnya dari jasad itu (parasiros = jasad yang mengambil makanan; logos = ilmu).


Dalam makalah ini akan dibahas mengenai plasmodium sp dan lebih rinci lagi akan dibahas mengenai plasmodium Falcifarum.


Plasmodium sp pada manusia menyebabkan penyakit malaria dengan gejala demam, anemia dan spleomegali (pembengkakan spleen). Dikenal 4 (empat) jenis plasmodium, yaitu :

1.Plasmodium vivax menyebabkan malaria tertiana (malaria tertiana begigna).

2.Plasmodium malariae menyebabkan malaria quartana

3.Plasmodium falciparum menyebabkan malaria topika (malaria tertiana maligna).

4.Plasmodium ovale menyebabkan malaria ovale.


Malaria menular kepada manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. dalam siklus hidupnya. Plasmodium sp berproduksi secara sexual (sporogoni)dan asexual (schizogon) di dalam host yang berbeda, host dimana terjadi reproduksi sexsual, disebut host definitive sedangakn reproduksi asexual terjadi pada host intermediate. Reproduksi sexual hasinya disebut sporozoite sedangkan hasil reproduksi asexual disebut merozoite.


Plasmodium falciparum mempunyai sifat – sifat tertentu yag berbeda dengan species lainnya, sehingga diklasifikasikan dalam subgenus laveran.

Plasmodium falciparum mempunyai klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Haemosporodia

Divisio : Nematoda

Subdivisio : Laveran

Kelas : Spotozoa

Ordo : Haemosporidia

Genus : Plasmodium

Species : Falcifarum


A.Nama penyakit

P.falciparum menyebabkan penyakit malaria falsifarum.


B.Hospes

Manusia merupakan hospes perantara parasit ini dan nyamuk Anopheles betina menjadi hopses definitifnya atau merupakan vektornya.


C.Distribusi geografik

Parasit ini ditemukan didaerah tropic, terutama di Afrika dan Asia Tenggara. Di Indonesia parasit ini terbesar di seluruh kepulauan.


D.Morfologi dan daur hidup

Parasit ini merupakan species yang berbahaya karena penyakit yang ditimbulkannya dapat menjadi berat dan menyebabkan kematian.

Perkembangan aseksual dalam hati hanya menyangkut fase preritrosit saja; tidak ada fase ekso-eritrosit. Bentuk dini yang dapat dilihat dalam hati adalah skizom yang berukuran ± 30 ยต pada hari keempat setelah infeksi.

Jumlah morozoit pada skizon matang (matur) kira-kira 40.000 bentuk cacing stadium trofosoit muda plasmodium falciparum sangat kecil dan halus dengan ukuran ±1/6 diameter eritrosit. Pada bentuk cincin dapat dilihat dua butir kromatin; bentuk pinggir (marginal) dan bentuk accole sering ditemukan. Beberapa bentuk cincin dapat ditemukan dalam satu eritrosit (infeksi multipel). Walaupun bentuk marginal, accole, cincin dengan kromatin ganda dan infeksi multiple dapat juga ditemukan dalam eritrosit yang di infeksi oleh species plasmodium lain pada manisia, kelainan-kelainan ini lebih sering ditemukan pada Plasmodium Falciparum dan keadaan ini penting untuk membantu diagnosis species.

Bentuk cincin Plasmodium falciparum kemudian menjadi lebih besar, berukuran seperempat dan kadang-kadang setengah diameter eitrosit dan mungkin dapat disangka parasit Plasmodium malariae. Sitoplasmanya dapat mengandung satu atau dua butir pigmen. Stadium perkembangan siklus aseksual berikutnya pada umumnya tidak berlangsumg dalam darah tepi, kecuali pada kasus brat (perniseosa).

Adanya skizon muda dan matang Plasmodium falciparum dalam sediaan darah tepi berarti keadaan infeksi yang berat sehingga merupakan indikasi untuk tindakan pengobatan cepat.

Bentuk skizon muda Plasmodium falciparum dapat dikenal dengan mudah oleh adanya satu atau dua butir pigmen yang menggumpal. Pada species parasit lain pada manusia terdapat 20 atau lebih butir pigmen pada stadium skizon yang lebih tua. Bentuk cincin da tofozoit tua menghilang dari darah tepi setelah 24 jam dan bertahan dikapiler alat-alat dalam, seperti otak, jantung, plasenta, usus atau sumsum tulang; di tempat – tempat ini parasit berkembang lebih lanjut.

Dalam waktu 24 jam parasit di dalam kapiler berkembang biak secara zkisogoni. Bila skison sudah matang, akan mengisi kira-kira 2/3 eritrosit. Akhirnya membelah-belah dan membentuk 8 – 24 morozoit, jumlah rata-rata adalah 16. skizon matang Plasmodium falciparum lebih kecil dari skizon matang parasit malaria yang lain. Derajat infeksi pada jenis malaria ini lebih tinggi dari jenis-jenis lainnya, kadang-kadang melebihi 500.000/mm3 darah.

Dalam badan manusia parasit tidak tersebar merata dalam alat-alat dalam dan jaringan sehingga gejala klinik pada malaria falciparum dapat berbeda-beda. Sebagian besar kasus berat dan fatal disebabkan oleh karena eritrosit yang dihinggapi parasit menggumpal dan menyumbat kapiler.

Pada malaria falciparum eritrosit yang diinfeksi tidak membesar selama stadium perkembangan parasit. Eritrosit yang mengandung trofozoit tua dan skizon mempunyai titik kasar berwarna merah (titik mauror) tersebar pada dua per tiga bagian eritrosit. Pembentukan gametosit berlamgsung dalam alat-alat dalam, tetapi kadang-kadang stadium mudah dapat ditentukan dalam darah tepi. Gametosis muda mempunyai bentuk agak lonjong, kemudian menjadi lebih panjang atau berbentuk elips; akhirnya mencapai bentuk khas seperti sabit atau pisang sebagai gametosis matang. Gametosis untuk pertama k ali tampak dalam darah tepi setelah beberapa generasi mengalami skizogoni biasanya kira-kira 10 hari setelah parasit pertama kali tampak dalam darah. Gametosis betina atau makrogametosis biasanya lebih langsing dan lebih panjang dari gametosit jantang atau mikrogametosit, dan sitoplasmanya lebih biru dengan pulasan Romakonowsky. Intinya lebih lebih kecil dan padat, berwarna merah tua dan butir-butir pigmen tersebar disekitar inti. Mikrogametozit membentuk lebih lebar dan seperti sosis. Sitoplasmanya biru, pucat atau agak kemerah-merahan dan intinya berwarna merah mudah, besar dan tidak padat, butir-butir pign\men disekitan plasma sekitar inti.


Jumlah gametosit pada infeksi Falciparum berbeda-beda, kadang-kadang sampai 50.000 – 150.000/mm3 darah, jumlah ini tidak pernah dicapai oleh species Plasmodium lain pada manusia. Walaupun skizogoni eritrosit pada Plasmodium falciparum selesai dalam waktu 48 jam dan priodisitasnya khas terirana, sering kali pada species ini terdapat 2 atau lebih kelompok-kelokpok parasit, dengan sporolasi yang tidak singkron, sehingga priodesitas gejala pada penderita menjadi tidak teratur, terutama pada stadium permulaan serangan malaria.

Siklus seksual Plasmodium falciparum dalam nyamuk sama seperti pada Plasmodium yang lain. Siklus berlangsung 22 hari pada suhu 20o C, 15 – 17 hari pada suhu 23o C dan 10 – 11 hari pada suhu 25o C – 28o C. pigmen pada obkista berwarna agak hitam dan butir butinya relative besar, membentuk pola pada kista sebagai lingkaran ganda sekitar tepinya, tetapi dapat tersusun sebagai lingkaran kecil dipusat atau sebagai garis lurus ganda. Pada hari ke- 8 pigmen tidak tampak kecuali beberapa butir masih dapat dilihat.

E.Patologi dan gejala-gejala.

Masa tunas intrinsic malaria falciparum berlangsung antara 9-14 hari. Penyakitnya mulai dengan sakit kepala, punggung dan ekstremitas, perasaan dingin, mual, muntah atau diare ringan. Demam mungkin tidak ada atau ringan dan penderita tidak tampak sakit; diagnosis pada stadium ini tergantung dari anamosis tentang kepergian penderita ke daerah endemic malaria sebelumnya. Penyakit berlangsung terus, sakit kepala, punggung dan ekstremitas lebih hebat dan keadaan umum memburuk. Pada stadium ini penderita tampak gelisah, pikau mental (mentral cunfuncion). Demam tidak teratur dan tidak menunjukkan perodiditas yang jelas.

Ada anemia ringan dan leucopenia dengan monositosis. Pada stadium dini penyakit penyakit dapat didiagnosis dan diobati dengan baik, maka infeksi dapat segera diatasi. Bila pengobatan tidak sempurna, gejala malaria pernisiosa dapat timbul secara mendadak. Istilah ini diberikan untuk penyulit berat yang timbul secara tidak terduga pada setiap saat, bila lebih dari 5 % eritrosit di-infeksi.

Pada malaria Falciparum ada tiga macam penyulit :

1.Malaria serebral dapat dimulai secara lambat atau mendadak setelah gejala permulaan.

2.Malaria algida menyerupai syok/renjatan waktu pembedahan.

3.gejala gastro-intestinal menyerupai disentri atau kolera.

Malaria falciparum berat adalah penyakit malaria dengam P.falciparum stadium aseksual ditemukan di dalam darahnya, disertai salah satu bentuk gejala klinis tersebut dibawah ini (WHO, 1990) dengan menyingkirkan penyebab lain (infeksi bakteri atau virus) :

1.malaria otak dengan koma (unarousable coma)

2.anemia normositik berat

3.gagal ginjal

4.Edema paru

5.Hipoglikemia

6.syok

7.Perdarahan spontan/DIC (disseminated intravascular coagulation)

8.kejang umum yang berulang.

9.Asidosis

10.Malaria hemoglobinuria (backwater fewer)

Manifestasi klinis lainnya (pada kelompok atau daerah didaerah tertentu) :

1.Gangguan kesadaran (rousable)

2.penderita sangat lemah (prosrated)

3.Hiperparasitemia

4.Ikterus (jaundice)

5.hiperpireksia

Hemolisis intravascular secara besar-besaran dapat terjadi dan memberikan gambaran klinis khas yang dikenal sebagai “blackwater fever” atau febris iktero-hemoglobinuria. Gejala dimulai dengan mendadak, urin berwarna merah tua samapi hitam, muntah cairan yang berwarna empedu, ikterus, badan cepat lemah dan morolitasnya tinggi. Pada “blackwater” parasit sedikit sekali, kadang-kadang tidak ditemukan dalam darah tepi.

F.Diagnosis

Diagnosis malaria falcifarum dapat dibuat dengan menemukan parasit trofozoit muda ( bentuk cincin ) tanpa atau dengan stadium gametosit dalam sediaan darah tepi. Pada autopsy dapat ditemukan pigmen dan parasit dalam kapiler otak dan alat-alat dalam.

G.Resistensi parasit malaria terhadap obat malaria.

Resistensi adalah kemampuan strain parasit untuk tetap hidup, berkembangbiak dan menimbulkan gejala penyakit, walaupun diberi pengobatan terhadap parasit dalam dosis standar atau dosis yang lebih tinggi yang masih dapat ditoleransi. Resistensi P.falciparum terhadap obat malaria golongan 4 aminokuinolin (klorokuin dan amodiakuin untuk pertama kali ditemukan pada tahun 1960 -1961 di Kolombia dan Brasil. Kemudian secara berturut-turut ditemukan di Asia Tenggara, di Muangthai, Kamboja, Malaysia, Laos, Vietnam, Filifina. Di Indonesia ditemukan di Kalimantan timur (1974), Irian Jaya (1976), Sumatera Selatan (1978), Timor Timur (1974), Jawa Tengah (Jepara, 1981) dan Jawa Barat (1981). Focus resistensi tidak mengcakup semua daerah, parasit masih sensitive dibeberapa tempat di daerah tersebut. Bila resistensi P.Falciparum terhadap klorokuin sudah dapat dipastikan, obat malaria lain dapat diberikan , antara lain :

1.Kombinasi sulfadoksin 1000 mg dan pirimetamin 25 mg per tablet dalam dosis tunggal sebanyak 2-3 tablet.

2.Kina 3 x 2 tablet selama 7 hari.

3.Antibiotik seperti tetrasiklin 4 x 250 mg/hari selama 7-10 hari, minosiklin 2 x 100 mg/hari selama 7 hari.

4.Kombinasi – kombinasi lain : kina dan tetrasiklin.

Mengapa parasit malaria menjadi resisten terhadap klorokuin, amsih belum diketahui dengan pasti. Ada beberapa kemungkinan yaitu :

1.Mungkin parasit itu tidak mempunyai tempat (site) untuk mengikat klorokuin sehingga obat ini tidak dapat dikonsentrasi dalam sel darah merah,

2.Plasmodium yang resisten mempunyai jalur biokimia (biochemical pathway) lain untuk mengadakan sintesis asam amino sehingga dapat menghindarkan pengaruh klorokuin,

3.Mutasi spontan dibawah tekanan otot.

Criteria untuk menentukan resistensi parasit malaria terhadap 4-aminokuinolin dilapangan telah ditentukan oleh WHO dengan cara in vivo dan in vitro. Derajat resistensi terhadapobat secara in vivo dapat dibagi menjadi :

S : Sensitive dengan parasit yang tetap menghilang setelah pengobatan dan diikuti selama 4 minggu.

R I : Resistensi tingkat I dengan rekrusesensi lambat atau dini (pada minggu ke 3 sampai ke 4 atau minggu ke 2)

R II : Resistensi tingkat II dengan jumlah parasit menurun pada tingkat I.

R III : Resistensi tingkat III dengan jumlah parasit tetap sama atau meninggi pada minggu ke I.

Akhir akhir ini ada laporan dari beberapa Negara (Bombay India, Myanmar, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, Brasil) dan dari Indonesia (Pulau nias Sumatera Utara, Florest NTT, Lembe Sulawesi Utara, Irian Jaya) mengenai P.vivax yang resistensi ditentukan dengan cara mengukur konsentrasi klorokuin dalam darah atau serum penderita.

H.Pengobatan Pengobatan dan Pencegahan Penyakit Malaria


Klasifikasi biologi obat malaria

Berdasarkan suseptibilitas berbagai stadium parasit malaria terhadap obat malaria maka obat malaria di bagi dalam 5 golongan :

1.Skizontosida jaringan primer : proguanil, pirimetamin, dapat membasmi parasit pra eritrosit sehingga mencegah masuknya parasit ke dalam eritrosit digunakan sebagai profilaksis kausal.

2.Skizontosida jaringan sekunder primakuin, membasmi parasit daur eksoeritrosit atau bentuk-bentuk jaringan P. vivax dan P. ovale dan digunakan untuk pengobatan radikal infeksi ini sebagai obat anti relaps.

3.Skizontosida darah : membasmi parasit stadium eritrosit yang berhubungan dengan penyakit akut disertai gejala klinis.

4.Gametositosida : menghancurkan semua bentuk seksual termasuk stadium gametosit P.falcifarum , juga mempengaruhi stadium perkembangan parasit malaria dalam nyamuk Anopheles betina

5.Sporontosida : mencegah atau menghambat gametosit dalam darah untuk membentuk ookista dan sporozoit dalam nyamuk Anopheles

Obat-obat malaria yang ada dapat dibagi dalam 9 golongan menurut rumus kimianya :

1.Alkaloid cinchona (kina)

2.8-aminokuinolin (primakuin)

3.9-aminoakridin (mepakrin)

4.4-aminokuinolin (klorokuin, amodiakuin)

5.Biguanida(proguanil)

6.Diaminopirimidin (pirimetamin, trimetoprim)

7.Sulfon dan sulfonamide

8.Antibiotic ( tetrasiklin, minosiklin, klindamisin )

9.Kuinilinmetanol dan fenantrenmetanol ( meflokuin )

Penggunaan Obat malaria

Suatu obat mempunyai beberapa kegunaan yang dapat dipengaruhi beberapa factor, seperti spesies parasit malaria, respon terhadap obat tersebut, adanya kekebalan parsial manusia, risiko efek toksik, ada tidaknya obat tersebut di pasaran, pilihan dan harga obat. Penggunaan obat malaria yang utama ialah sebagai pengobatan pencegahan (profilaksisi ), pengobatan kuratif ( terapeutik ), dan pencegahan transmisi.

1.Pengobatan pencegahan (profilaksis). Obat diberikan dengan tujuan mencegah terjadinya infeksi atau timbulnya gejala. Semua skizontisida darah adalah obat profilaksis klinis atau supresif dan ternyata bila pengobatan diteruskan cukup lama , infeksi malaria dapat lenyap.

2.Pengobatan terapeutik (kuratif). Obat digunakan untuk pengobatan infeksi yang telah ada, penanggulangan serangan akut dan pengobatan radikal. Pengobatan serangan akut dapat dilakukan dengan skizontosida.

3.Pengobatan pencegahan transmisi. Obat yang efektif terhadap gametosit, sehingga dapat mencegah infeksi pada nyamuk atau mempengaruhi perkembangan sporogonik pada nyamuk adalah gametositosida atau sporontosida

Pada pemberantasan penyakit malaria, penggunaan obat secara operasional tergantung pada tujuannya. Bila obat malaria digunakan oleh beberapa individu untuk pencegahan infeksi, maka disebut proteksi individu atau profilaksis individu.Dalam program pemberantasan malaria cara pengobatan yang terpenting adalah pengobatan presumtif, pengobatan radikal, dan pengobatan missal. Pengobatan presumtif adalah pengobatan kasus malaria pada waktu darahnya diambil untuk kemudian dikonfirmasi infeksi malarianya. Pengobatan radikal dilakukan dentgan tujuan membasmi semua parasit yang ada dan mencegah timbulnya relaps.

Pengobatan misal dilakukan di daerah dengan endemisitas tinggi. Tiap orang harus mendapat pengobatan secara teratur dengan dosis yang telah ditentukan.

Dosis obat malaria

Dosis obat malaria tanpa keterangan khusus berarti bahwa dosis tersebut diberikan kepada orang dewasa dengan BB kurang lebih 60 kg. Dosis tersebut dapat disesuaikan BB ( 25 mg/kg BB dosis total.

Pencegahan penyakit malaria

Menghindari gigitan nyamuk, misalnya tidur menggunakan kelambu

Mengobati semua penderita untuk menghilangkan sumber penularan

Pemberantasan nyamuk dan larvanya


DAFTAR PUSTAKA


Adam, Sry Amsunir, 1992, mikrobiologi dan parasitologi untuk perawat, Jakarta; EGC.


Indan Entjan, 2001, mikrobiologi dan parasit untuk perawat, Bandung; Citra Aditya Bakri.


Margono, Sri, 1998, parasitologi kodekteran, Jakarta; FKUI


J.M.Gibson,MD, 1996. Mikrobiologi dan patologi modern untuk perawat, Jakarta, EGC

Harold W Brown, 1983, Dasar-dasar parasitologi klinik, Jakarta, PT. Gramedia.

lihat artikel selengkapnya - PLASMODIUM FALCIPARUM
------------------------------

TEHNIK DAN PROSEDUR HD

TEHNIK DAN PROSEDUR HD

Hemodialisis berasal dari kata :

Hemo : darah

Dialisis : memisahkan dari yang lain

Hemodialisis

Proses pemisahan zat-zat tertentu dari darah melaui suatu membran semi permeabel.

Membran semi permeabel

Lapisan yang sangat tipis dan memiliki lubang-lubang submikroskopik (pori)

Ginjal buatan/ dialyzer (halofiber/artificial kidney)

Alat yang digunakan untuk mengeluarkan sampah metabolisme tubuh atau zat toksik lain dari dalam tubuh, bila fungsi ginjal sudah tidak memadai lagi. Dimana didalamnya mempunyai 2 kompartemen dialisat yang dibatasi selaput semipermeabel.

Dialisat

Cairan yang digunakan untuk proses hemodialisis. Terdiri dari campuran air dan elektrolit dengan konsentrasi hampir sama dengan serum darah normal.

Blood lines

Pipa-pipa atau selang-selang yang mengalirkan darah dari tubuh menuju dialyzerdan yang dari dialyzer ke tubuh.

Terdiri dari : arteri blood line/ inlet/ ABL; venous blood line/ outlet/ VBL.

Blood pump/ pompa darah

Alat yang menyebabkan darah mengalir dalam sirkulasi darah. Bersifat ganda yaitu menarik dan mendorong.

Segment pump : Bagian dari ABL yang ditempatkan pada Blood pump.

Bubble trap/ air trap

Suatu ruangan pada ABL dan VBL yang bertugas menahan/ mengamankan gelembung udara dalam sirkulasi darah.

Qb : kecepatan aliran darah dalam sirkulasi darah (ml/m)

Qd : kecepatan aliran dialisat dalam sirkulasi dialisat (ml/m)

Qf : ultrafiltration rate (ml/m) yaitu jumlah air yang keluar dari kompartemen darah ke kompartemen dialisat melalui membran semi permeabel yang disebabkan karena perbedaan tekanan.

Priming : pengisian cairan yang pertama kali dalam sirkulasi darah (ABL+Dialyzer+VBL) ……NaCl

Conductivity : kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan aliran listrik.

Tekanan Negative/ Negative Pressure/ Dialisat Pressure : pada inlet dimonitoring sebelum blood pump, disebut juga fistula pressure, terjadi bila ada hambatan dari arteri, aliran darah yang keluar kurang.

Tekanan Positif/ Positive Pressure : pada inlet dimonitoring sesudah blood pump, pada bubble trap disebut juga arterial pressure, terjadi bila ada tekanan pada dialyzer (misalnya: ada bekuan dalam dialyzer).

Tekanan positif pada outlet dimonitoring pada bubble trap dari outlet disebut juga venous pressure. Terjadi karena hambatan pada jalan masuk darah ke tubuh, misalnya karena :

Jarum kecil

Posisi jarum kurang baik

Vasokonstriksi dari vena

Trans Membrane Pressure/ TMP : adalah perbedaan tekanan antara kompartemen darah dan kompartemen dialisat melalaui membrane.

Meninggalkan tekanan dialisat berarti menambah daya hisap dari cairan dialisat sehingga cairan darah berpindah ke dialisat dan ultrafiltrasi meninggi


Faktor-faktor yang mempengaruhi hemodialisis

1.Aliran darah

Secara teori seharusnya aliran darah secepat mungkin. Hal-hal yang membatasi kemungkinan tersebut antara lain : tekanan darah, jarum. Terlalu besar aliran darah bisa menyebabkan syok pada penderita.

2.Luas selaput/ membran yang dipakai

Yang biasa dipakai : 1-1,5 cm2

Tergantung dari besar badan/ berat badan

3.Aliran dialisat

Semakin cepat aliran dialisat semakin efisien proses hemodialisis, menimbulkan borosnya pemakaian cairan.


Temperatur suhu dialisat

Temperature dialisat tidak boleh kurang dari 360C karena bisa terjadi spasme dari vena sehingga aliran darah melambat dan penderita menggigil.

Temperatur dialisat tidak boleh lebih dari 420C karena bisa menyebabkan hemolisis.


Untuk menjalankan hemodialisis perlu :

1.Sarana ruangan

Tempat tidur

Penerangan yang cukup

Wastafel dan kran

Kran-kran untuk sarana hubungan dengan mesin hemodialisis

Saluran pembuangan

Alat pendingin ruangan/ AC

Tempat sampah

Meja suntik

Stop kontak

2.Mesin hemodialisis/ pengelola air

Mesin pengelola air :

Water softener

Revense osmosis

3.Peralatan kesehatan dan obat-obatan.

Peralatan kedokteran :

Tensi meter + stetoskop

Timbangan BB

Tabung oksigen lengkap

Alat EKG

Slym zuiger

Tromol (duk, kassa, klem)

Bak spuit dan kom kecil

Korentang dan tempatnya

Klem-klem (besar dan kecil)

Gunting

Bengkok, nierbekken

Mat kan/ gelas ukuran

Zeil + karet alat untuk alas tangan

Sarung tangan

Kassa/ gaas

Plester/ band aid

Verband

Alat-alat khusus :

Dialyzer

Blood lines (ABL/ VBL)

AV fistula/ Abocath no G14 s/d G16

Dialisat pekat

Infuse set

Micro drip

Spuit : insulin 2,5cc, 5cc, 10cc, 30/50cc

Conductivity meter

Obat-obatan :

Lidocain, Novocain

Alcohol, bethadine

Heparin, protamin

Sodium bicarbonat 7 % (meylon)

Obat-obat penyelamat hidup

Yang perlu selain yang diatas adalah :

Surat izin dialysis

Formulir dialysis

Traveling dialsis

Formulir laboratorium

Formulir radiologi

lihat artikel selengkapnya - TEHNIK DAN PROSEDUR HD
------------------------------

Pemeriksaan laju endap darah

Cara westergren

Dasar teori
Di dalam tubuh, suspensi sel-sel darah merah akan merata di seluruh plasma sebagai akibat pergerakan darah. Akan tetapi jika darah ditempatkan dalam tabung khusus yang sebelumnya diberi antikoagulan dan dibiarkan 1 jam, sel darah akan mengendap dibagian bawah tabung karena pengaruh gravitasi. Laju endap darah ( LED ) berfungsi untuk mengukur kecepatan pengendapan darah merah di dalam plasma ( nm/jam ). Tiga fase LED meliputi :
1. Fase pengendapan lambat I
Beberapa menit setelah percobaan dimulai, sel darah merah dalam keadaan melayang, sulit mengendap ( 1-30 menit 0
2. Fase pengendapan cepat
Terjadi setelah darah saling berikatan membentuk rauleaux permukaan relatife kecil , masa menjadi lebih berat ( 30-60 menit )
3. Fase pengendapan lambat II
Terjadi setelah sel darah mengendap, menampak di dasar tabung ( 60-120 menit )

Dalam keadaan normal nilai LED jarang melebihi 10 nm per jam. LED ditentukan dengan mengukur tinggi cairan plasma yang kelihatan jernih berada di atas sel darah merah yang mengendap pada akhir 1 jam ( 60 menit ). Nilai LED meningkat pada keadaan seperti kehamilan ( 35 mm/jam ), menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam ) dan pada keadaan infeksi terutama yang disertai dengan kerusakan jaringan.
Metode yang dianjurkan oleh ICSH ( International Comunitet for Standardization in Hematology ) adalah cara westergren.

Bahan dan Alat
Bahan : darah vena diambil 1,6 ml dan dicampur dengan Na Sitrat 3,8% sebanyak 0,4 ml
Alat : Tabung dan rak, tusuk tabung westergren

Cara kerja
1. Isi tabung westergren dengan darah yang telah diberi Na sitrat 3,8% sampai garis tanda 0 pipet harus kering dan bersih
2. Letakkan tabung pada rak westergren dan perhatikan supaya posisinya betul-betul tegak lurus pada suhu kamar, jauhkan dari cahaya matahari dan getaran
3. Setelah satu jam, baca hasilnya dengan satuan nm/jam

lihat artikel selengkapnya - Pemeriksaan laju endap darah
------------------------------

PATOGENESIS

Faktor- factor plasma yang terlibat pada reaksi- reaksi peradangan antara lain : factor hagemen, system kinigonen, dan system fibrinogen dan plasminogen.Masing- masing system tersebut melibatkan substrat- substrat, activator enzim, kofaktor, dan inhibitor yang spesifik.
Mediator- mediator molekuler kecil meliputi histamine, peptida kinin, serotonin, nukleotida- nukleotida siklik, leukotrien, dan prostaglandin.Beberapa dari zat kimia ini, yang dihasilkan oleh sel- sel tubuh, mempunyai efek yang besar pada mikrosirkulasi dalam konsentrasiyang sangat kecil.Pada system- system model penyuntikan histamine, bradikinin, dan serotomin hanya menghasilkan efek segera dan sementara pada mikrosirkulasi.Apakah zat- zat seperti ini hanya bekerja mengawali respons radang atau apakah produksinya yang terus- menerus dapat memperpanjang peradangan tidaklah jelas.Peptida- peptide kinin di dalam cairan sinovial dari sendi lutut yang meradang telah diperlihatkan dengan bioassay.Konsentrasi prostaglandin yang tinggi telah ditemukan pada jaringan- jaringan radang, termasuk sinovium reumatoid.Prostaglandin- prostaglandin ini disintesis dari asam arachidonat, dengan enzim pertama pada rangkaiannya, siklooksigenase, mudah dihambat secara spesifik dengan kebanyakan obat- obat antiperadangan non steroid.Jalan metabolisme asam arachidonat lain yang penting melibatkan enzim lipoksinogen; enzim ini mengkatalisis produksi leukotrien.Senyawa- senyawaan ini merupakan factor khemotaktik yang poten dan mencakup zat reaktif lambat, suatu mediator pada reaksi-reaksi alergi.
Selama fagositosis bahan partikel, membrane sel melakukan invaginasi untuk membungkus partikel yang dimakannya, sehingga membentuk suatu vakuola autofagik, dinding lipid lisosom tersebut menyatu dengan vakuola dan mengeluarkan enzim- enzim hidrolitik ke dalam vakuola tersebut dank e lingkungan ekstraseluler.Leukosit- leukosit yang mengeluarkan enzim sebagai respons terhadap bahan partikel seperti bakteri dan kristal- kristal akan mati dalam beberapa jam.
Eksotosin –eksotosin bacterial tertentu, seperti streptolisin O dan S,dapat memecahkan lisosom ke dalam sitoplasma leukosit, yang mengakibatkan kematian sel yang cepat.Fenomena ini membuat beberapa peneliti menganggap lisosom sebagai ‘’ kantong- kantong bunuh diri’’.
Eksotosin stafiolkok, ‘’leukocidin’’, menyebabkan granul- granul tersebut membengkak menjadi vesikel- vesikel, yang beberapa diantaranya menyatu dengan membrane sel dan pecah keluar.Produk akhir pada setiap kasus adalah leukosit yang mengalami degranulasi yang memperlihatkan perubahan- perubahan inti dan sitoplasmanya pada kematian sel, dan hamper setiap eksudat yang kaya leukosit polimorfonuklear memperlihatkan peninggian aktivitas enzim- enzim tersebut, yang berfungsi sebagai petunjuk keusakan lisosom.
Interrelasi antara berbagai factor dan kepentingan relatifnya dalam menimbulkan perubahan- perubahan jaringan yang khas untuk peradangan tidaklah sepenuhnya dipahami sampai saat ini.Meskipun demikian, masih mungkin untuk menguji mekanisme- mekanisme ini kalau mereka menerapkan pada berbagai tipe penyakit radang sendi.Banyak dari sisa dalam bab ini mencerminkan usaha untuk melaksanakan hal ini.
lihat artikel selengkapnya - PATOGENESIS
------------------------------

TREMATODA(Cacing daun)

TREMATODA(Cacing daun): "

TREMATODA(Cacing daun)
TREMATODA
Tubuhnya tidak bersegmen.
Bentuknya menyerupai daun atau silindris
Bersifat hermaprodit
Reproduksinya secara ovivar atau dalam bentuk larva
Infeksi terutama oleh stadium larva yang masuk usus, kadang-kadang melalui kulit.
Contoh spesies
Fasciola hepatica
Fasciolopsis buski
Paragonimus westermani
Clonorchis sinensis
Scistosoma mansoni
Schistosoma japonicum
Schistosoma haematobium
Fasciola hepatica

HOSPES
Hospes definitif : Manusia, kambing, sapi, biri-biri.
Hospes perantara I : Keong air / siput.
Hospes perantara II : Tumbuhan air।

PENYAKIT
Fascioliasis

TELUR
Ukuran : 130 – 150 mikron x 63 – 90 mikron
Warna : kuning kecoklatan.
Bentuk : Bulat oval dengan salah satu kutub mengecil.
Terdapat operkulum pada kutub yang mengecil.
Berisi sel-sel granula berkelompok

CACING DEWASA
Bersifat hermaprodit.
Sistem reproduksinya ovivar.
Bentuknya menyerupai daun berukuran 20 – 30 mm x 8 – 13 mm.
Mempunyai tonjolan konus (cephalis cone) pada bagian anteriornya.
Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.
Uterus pendek berkelok-kelok.
Testis bercabang banyak, letaknya di pertengahan badan berjumlah 2 buah.
Ovarium sangat bercabang

SIKLUS HIDUP
Telur keluar melalui saluran empedu ke dalam feses.
Telur dalam air dalam waktu 9 – 15 hari menjadi berisi mirasidium.
Mirasidium keluar dan mencari keong air (hospes perantara pertama)
Mirasidium menjadi sporokista lalu menjadi redia.
Redia menghasilkan serkaria berekor satu dan berenang bebas.
Serkaria melekat pada tumbuhan air (hospes perantara ke-2)
Serkaria membentuk metaserkaria

SIKLUS HIDUP (lanjut)
Metaserkaria masuk ke tubuh manusia yang mengkonsumsi tumbuhan air (seperti selada air).
Dalam duodenum larva keluar dari kista, menembus dinding usus, masuk rongga perut, menembus hati.
Dalam hati cacing tumbuh dalam saluran empedu dan menjadi dewasa.
Cacing dewasa akan melakukan pembuahan sel telur dan trjadi perkembangan telur yang akan diletakkan pada uterus.
Saat cacing gravid mengeluarkan telur, maka akan tercampur ke dalam feses manusia

EPIDEMIOLOGI
Banyak kasus di daerah yang mempunyai peternakan sapi, biri-biri dan kambing didukung oleh kebiasaan masyarakat yang suka mengkonsumsi sayuran mentah.
Masyarakagt di sekitas sungai dan area persawahan yang memiliki kebiasaan memakan siput / keong air memiliki resiko terinfeksi lebih tinggi apalagi didukung oleh kondisi higiene dan sanitasi yang kurang baik

PENCEGAHAN
Tidak memakan sayran mentah. Apabila menkonsumsi harus sudah dimasak secara sempurna sehingga bisa dihindari terinfeksi oleh metaserkaria.
Pemberantasan penyakit kecacingan pada hewan ternak.
Pengobatan sempurna pada penderita

DIAGNOSA LABORATORIUM
Bahan pemeriksaan dapat berupa feses dan atau cairan duodenum.
Dari feses penderita dapat ditemukan telur atau cacing dewasa.
Dalam cairan duodenum mungkin ditemukan metaserkaria atau larva cacing.
Jumlah sel eosinofil dalam darah akan meningkat nyata

CLONORCHIS SINENSIS
HOSPES
Hospes definitif : Manusia, binatang pemakan daging mentah.
Hospes perantara I : Keong air / siput.
Hospes perantara II : Ikan

PENYAKIT
Clonorchiasis

MORFOLOGITelur
Ukuran : 16 x 30 mikron
Dinding agak tebal.
Bentuk : oval seperti bola lampu pijar.
Terdapat operkulum pada kutub yang mengecil.
Memiliki tonjolan kecil pada bagian kutub yang membesar.
Berisi embrio (mirasidium).
Cacing dewasa
Bersifat hermaprodit.
Sistem reproduksinya ovivar.
Bentuknya menyerupai daun berukuran 10 – 25 mm x 3 – 5 mm.
Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.
Uterus pendek berkelok-kelok.
Testis bercabang, berjumlah 2 buah.
Ovarium berlobus terletak di atas testis.
Kelenjar vitelaria terletak di 1/3 tengah badan

SIKLUS HIDUP
Telur dikeluarkan bersama feses .
Telur dalam air akan menetas,
mirasidium akan keluar dan mencari hospes perantara pertama yaitu keong air (siput Bulinus / Semisulcospira).
Dalam tubuh keong mirasidium berkembang menjadi sporokista dan kemudian menjadi redia.
Redia akan menghasilkan serkaria.
Serkaria akan akan keluar dari tubuh siput dan mencari hospes perantara ke-2, yiatu ikan (Famili Cyprinidae)

SIKLUS HIDUP
Setelah masuk ke tubuh ikan, serkaria akan melepaskan ekornya dan membentuk kista (metaserkaria.)
Metaserkaria akan masuk ke tubuh manusia yang mengkonsumsi ikan
Metaserkaria akan mengalami proses ekskistasi di duodenum dan keluarlah larva.
Dengan bantuan enzim pencernaan di duodenum larva akan masuk ke ductus koledokus lalu ke saluran empedu dan menjadi dewasa dalam waktu sebulan

PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS
Saat larva masuk dalam saluran empedu dan menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu, penebalan dinding saluran, peradangan sel hati dan dalam stadium lanjut akan menyebabkan sirosis hati yang disertai oedema. Luasnya organ yang mengalami kerusakan tergantung pada jumlah cacing yang terdapat di saluran empedu dan lamanya infeksi. Gejala yang muncul dapat dikelompokkan menjadi 3 tahap, yaitu :
Stadium ringan : tidak ditemukan gejala.
Stadium progresif : terjadi penurunan nafsu makan, perut terasa penuh, diare.
Stadium lanjut : didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri dari pembesaran hati, ikterus, oedema dan sirosis hepatis

EPIDEMIOLOGI
Banyak kasus di daerah yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan mengkonsumsi ikan mentah atau ikan yang diolah kurang matang। Sering ditemukan di Cina, Jepang, Korea dan Vietnam.

DIAGNOSA LABORATORIUM
Bahan pemeriksaan dapat berupa feses.
Dari feses penderita ditemukan telur yang dapat diperiksa baik dengan cara langsung maupun tak langsung

PARAGONIMUS WESTERMANI
HOSPES
Hospes definitif : Manusia, kucing, anjing
Hospes perantara I : Keong air / siput (Melania/Semisulcospira spp)
Hospes perantara II : Ketam / kepiting

PENYAKIT
Paragonimiasis
MORFOLOGITelur
Ukuran : 80 –120 x 50 – 60 mikron
Bentuk oval cenderung asimetris.
Terdapat operkulum pada kutub yang mengecil.
Ukuran operkulum relatif besar, sehingga kadang tampak telurnya seperti terpotong.
Berisi embrio
Cacing dewasa
Bersifat hermaprodit.
Sistem reproduksinya ovivar.
Bentuknya menyerupai daun berukuran 7 – 12 x 4 – 6 mm dengan ketebalan tubuhnya antara 3 – 5 mm.
Memiliki batil isap mulut dan batil isap perut.
Uterus pendek berkelok-kelok.
Testis bercabang, berjumlah 2 buah.
Ovarium berlobus terletak di atas testis.
Kelenjar vitelaria terletak di 1/3 tengah badan

SIKLUS HIDUP
Telur dikeluarkan bersama fesesTelur yang masuk dalam air akan menetas, mirasidium akan keluar dan mencari hospes perantara pertama yaitu keong air (siput Bulinus / Semisulcospira). Dalam tubuh keong mirasidium berkembang menjadi sporokista dan kemudian menjadi redia. Redia akan menghasilkan serkaria. Serkaria akan akan keluar dari tubuh siput dan mencari hospes perantara ke-2, yiatu ikan (Famili Cyprinidae) Setelah masuk ke tubuh ikan, serkaria akan melepaskan ekornya dan membentuk kista (metaserkaria.) didalam kulit di bawah sisik. Metaserkaria akan masuk ke tubuh manusia yang mengkonsumsi ikan yang mengandung metaserkaria yang dimasak kurang matang. Metaserkaria akan mengalami proses ekskistasi di duodenum dan keluarlah larva. Dengan bantuan enzim pencernaan di duodenum larva akan masuk ke ductus koledokus lalu ke saluran empedu dan menjadi dewasa dalam waktu sebulan.

PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS
Saat larva masuk dalam saluran empedu dan menjadi dewasa, parasit ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran empedu, penebalan dinding saluran, peradangan sel hati dan dalam stadium lanjut akan menyebabkan sirosis hati yang disertai oedema. Luasnya organ yang mengalami kerusakan tergantung pada jumlah cacing yang terdapat di saluran empedu dan lamanya infeksi. Gejala yang muncul dapat dikelompokkan menjadi 3 tahap, yaitu :
Stadium ringan : tidak ditemukan gejala.
Stadium progresif : terjadi penurunan nafsu makan, perut terasa penuh, diare.
Stadium lanjut : didapatkan sindrom hipertensi portal yang terdiri dari pembesaran hati, ikterus, oedema dan sirosis hepatis

EPIDEMIOLOGI
Banyak kasus di daerah yang masyarakatnya mempunyai kebiasaan mengkonsumsi ikan mentah atau ikan yang diolah kurang matang। Sering ditemukan di Cina, Jepang, Korea dan Vietnam.

PENCEGAHAN
Tidak memakan ikan mentah. Apabila menkonsumsi harus sudah dimasak secara sempurna sehingga bisa dihindari terinfeksi oleh metaserkaria dalam ikan.
Pengobatan sempurna pada penderita dengan prazikuantel

DIAGNOSA LABORATORIUM
Bahan pemeriksaan dapat berupa feses. Dari feses penderita ditemukan telur yang dapat diperiksa baik dengan cara langsung maupun tak langsung.

http://askep-askeb-kita.blogspot.com/
lihat artikel selengkapnya - TREMATODA(Cacing daun)
------------------------------

KOTAK PENCARIAN:

blog ini berisi ribuan artikel kesehatan, askep, askeb, KTI, silahkan pakai kolom pencarian berikut: